BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Osteomielitis adalah infeksi tulang, lebih sulit di
sembuhkan dari pada infeksi jaringan lunak, karena terbatasnya asupan darah,
respons jaringan terhadap inflamasi , tingginya tekanan jaringan dan pembentukan
involukrum (Pembentukan tulang baru disekeliling jaringan tulang mati).
Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas
hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas.
Infeksi disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fukos infeksi di tempat lain ( misalnya : tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas ). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi di tempat di mana terdapat trauma atau di mana terdapat resistensi rendah, kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas).
Infeksi dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (misalnya : ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang ( misalnya : fraktur terbuka, cedera traumatic seperti luka tembak, pembedahan tulang).
Pasien yang beresiko tinggi mengalami Osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu, pasien yang menderita artitis rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang, atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, mengalami nefrosis insisi margial atau dehidrasi luka, atau memerlukan evakuasi hematoma pascaoperasi.
Infeksi disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fukos infeksi di tempat lain ( misalnya : tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas ). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi di tempat di mana terdapat trauma atau di mana terdapat resistensi rendah, kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas).
Infeksi dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (misalnya : ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang ( misalnya : fraktur terbuka, cedera traumatic seperti luka tembak, pembedahan tulang).
Pasien yang beresiko tinggi mengalami Osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu, pasien yang menderita artitis rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang, atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, mengalami nefrosis insisi margial atau dehidrasi luka, atau memerlukan evakuasi hematoma pascaoperasi.
B.
Tujuan
a.
Tujuan
Umum
Secara umum makalah ini bertujuan untuk memberikan
gambaran tentang asuhan keperawatan osteomielitis.
b.
Tujuan Khusus
1.
Menjelaskan definisi,
etiologi, dan patofisiologi dari osteomielitis
2.
Menjelaskan
manifestasi klinis dan pengobatan dari osteomielitis
3.
Menjelaskan asuhan
keperawatan dari osteomielitis
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang
lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya
asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan
dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan
tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi
kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. (Brunner, suddarth.
(2001).
Beberapa ahli memberikan defenisi terhadap osteomyelitis sebagai berkut :
Beberapa ahli memberikan defenisi terhadap osteomyelitis sebagai berkut :
a. Osteomyelitis adalah infeksi Bone marrow pada
tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh staphylococcus aureus dan
kadang-kadang Haemophylus influensae (Depkes RI, 1995).
b. Osteomyelitis adalah infeksi tulang (Carpenito, 1990).
c. Osteomyelitis adalah suatu infeksi yang disebarkan
oleh darah yang disebabkan oleh staphylococcus (Henderson, 1997).
d. Osteomyelitis adalah influenza Bone Marow pada
tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh staphyilococcus Aureus dan
kadang-kadang haemophylus influenzae, infeksi yang hampir selalu disebabkan oleh
staphylococcus aureus.
B. Etiologi
Adapun penyebab – penyebab osteomielitis ini adalah:
a. Staphylococcus aureus hemolitikus (koagulasi positif)
sebanyak 90% dan jarang oleh streptococcus.
b. Penyebaran hematogen dari pusat infeksi jauh
(tonsilitis, bisul atau jerawat, ISPA)
c. Menurut Joyce & Hawks (2005), penyebab
osteomyelitis adalah Staphylococcus aureus(70 %-80 %), selain itu
juga bisa disebabkan oleh Escherichia coli, Pseudomonas, Klebsiella,
Salmonella, dan Proteus.
d. Mikroorganisme lain (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
C. Patofisiologi
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai
80% infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada
Osteomielitis meliputi : Proteus, Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat
peningkatan insiden infeksi resistensi penisilin, nosokomial, gram negative dan
anaerobik.
Awitan Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat
terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan – stadium 1) dan sering
berhubungan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan
lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah
pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya
akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari
inflamasi, peningkatan vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari,
trombisis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan
iskemia dan nefrosis tulang sehubungan dengan penigkatan tekanan jaringan dan
medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah
periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya.
Kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan membentuk abses
tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan
namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah.
Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan
mati (sequestrum) tidak mudah mencari dan mengalir keluar. Rongga
tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak.
Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi
sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum
infeksius kronis yang ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang
hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronis (Smeltzer, Suzanne
C, 2002).
D.
Manifestasi Klinis
Jika infeksi dibawa oleh darah, biasanya awaitan
mendadak, sering terjadi dengan manifetasi klinis septikema (misalnya :
menggigil, demam tinggi, tachycardia dan malaise umum). Gejala sistemik pada
awalnya dapat menutupi gejala local secara lengkap. Setelah infeksi menyebar
dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai posterium, dan jaringan
lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak, dan sangat nyeri
tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat
dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.
Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari
infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala
septikemia. Daerah terinfeksi membengkak, hangat, nyeri, dan nyeri tekan.
Pada pasein dengan osteomielitis kronik ditandai
dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode
berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat
rendah terjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah.
E.
Pemerik Penunjang
a.
Pemeriksaan darah
Sel
darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan
darah.
b.
Pemeriksaan titer antibodi – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50%
positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas.
c.
Pemeriksaan feses
Pemeriksaan
feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri
Salmonella.
d. Pemeriksaan
Biopsi tulang.
Merupakan
proses pengambilan contoh tissue tulang yang akan digunakan untuk
serangkaian tes.
e.
Pemeriksaan ultra sound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada
sendi.
f.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan
photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik, setelah
dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus.
F.
Penatalaksanaan Medis
Daerah yang terkena harus diimobilisasi untuk
mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan
rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali per hari untuk meningkatkan
aliran darah.
Sasaran
awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi. Kultur darah,
swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih
antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu
pathogen.
Begitu spesimen kultur diperoleh dimulai terapi
antibiotika intravena, dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang
peka terhadap peningkatan semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah
mengontrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat
terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai waktu
sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terus-menerus
tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang
diberikan bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak
telah terkontrol antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3
bulan. Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama
makanan.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi
antibioka, tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan
nekrotik diangkat dan daerah itu diirigasi secara langsung dengan larutan salin
fisiologis steril. Terapi antibiotika dilanjutkan.
Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan
ajuvan terhadap debridemen bedah.
Dilakukan sequestrektomi (pangangkatan involukrum secukupnya supaya
ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan
tulang untuk menjalankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal
(saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat
supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati
(dead space) atau dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan grunulasi atau
dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase
berpenghisap untuk mengontrol hematoma dan membuang debris. Dapat
diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi
infeksi samping dangan pemberian irigasi ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan grafit
tulang kanselus untuk merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar,
rongga dapat diisi dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flap
otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan
pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan
darah, perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan
eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk
menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, yang
kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat
penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah
G.
Pencegahan
Pencegahan Osteomielitis adalah sasaran utamanya.
Penanganan infeksi fokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen.
Penanganan infeksi jaringan lunak dapat mengontrol erosi tulang. Pemilihan
pasien dengan teliti dan perhatikan terhadap lingkungan operasi dan teknik
pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi.
Antibiotika profilaksis, diberikan untuk mencapai
kadar jaringan yang memadai saat pembedahan dan Selama 24 sampai 48 jam setelah
operasi akan sangat membantu. Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptic akan
menurunkan insiden infeksi superficial dan potensial terjadinya osteomielitis
(Smeltzer, Suzanne C, 2002).
H.
Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1.
Riwayat Keperawatan
Identifikasi
awitan gejala akut : nyeri akut, pembangkakan, eritema, demam atau keluarnya
pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam.
Kaji
faktor resiko : Lansia, DM, terapi kortikosteroid jangka panjang, cedera, infeksi
dan riwayat bedah ortopedi sebelumnya.
Hal-hal
yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka terbuka, tindakan
operasi khususnya operasi tulang, dan terapi radiasi. Faktor-faktor tersebut
adalah sumber potensial terjadinya infeksi.
2. Pemeriksaan
Fisik
Area sekitar tulang
yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila dipalpasi. Bisa juga
terdapat eritema atau kemerahan dan panas. Efek sistemik menunjukkan adanya
demam biasanya diatas 380, takhikardi, irritable, lemah, bengkak,
nyeri, maupun eritema.
3.
Riwayat Psikososial
Pasien seringkali
merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat sembuh, takut diamputasi.
Biasanya pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga perawat perlu mengkaji
perubahan-perubahan kehidupan khususnya hubungannya dengan keluarga, pekerjaan
atau sekolah.
4. Pemeriksaan
Diagnostik
Hasil laboratorium
menunjukkan adanya leukositosis dan laju endap darah meningkat. 50% pasien yang
mengalami infeksi hematogen secara dini adanya osteomielitis maka dilakukan
scanning tulang. Selain itu dapat pula dengan biopsi tulang atau MRI
b. Diasgnosa
Keperawatan
1. Nyeri
berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
2.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
3.
Gangguan intergritas kulit berhubungan dengan efek
pembedahan ; imobilisasi.
4. Resiko
terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang,
kerusakan kulit
c. Rencana
Keperawatan
1. Nyeri
berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
Tujuan
:
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri dan
ketidaknyamanan berkurang, serta tidak terjadi kekambuhan nyeri dan komplikasi.
Kriteria
Hasil :
Tidak
ada nyeri, klien tampak rileks, tidak ada mengerang dan perilaku melindungi
bagian yang nyeri, frekuensi pernapasan 12-24 per menit, suhu klien dalam batas
normal (36ºC-37ºC) dan tidak adanya komplikasi.
Intervensi
:
1)
Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah
baring
2)
Tinggikan ekstermitas yang mengalami nyeri
3)
Hindari penggunaan sprei atau bantal plastic
dibawah ekstermitas yang mengalami nyeri
4)
Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah
sehubungan dengan infeksi pada tulang.
5)
Evaluasi keluhan nyeri atau ketidak nyamanan.
Perhatikan lokasi dan karakteristik, termasuk intensitas (skala nyeri 1-10).
Perhatikan petunjuk nyeri perubahan pada tanda vital dan emosi atau perilaku.
6)
Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif
atau akfif
7)
Dorong menggunakan tehnik managemen stress, seperti
relaksasi progresif, latihan napas dalam, imajinasi visualisasi, dan sentuhan
terapeutik.
8)
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
analgesik seperti hidroksin,siklobenzaprin sesuai indikasi.
2.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
Tujuan
:
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, diharapkan mobilitas fisik yaitu
klien mampu beradaptasi dan mempertahankan mobilitas fungsionalnya
Kriteria
hasil :
Meningkatkan
atau mempertahankan mobilitas, mempertahankan posisi fungsional, meningkatkan
kekuatan atau fungsi yang sakit dan mengkompensasikan bagian tubuh.
Intervensi
:
1)
Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan adalah cedera
atau pengobatan dan perhatikan persepsi pasien terhadap mobilisasi
2)
Bantu atau dorong perawatan diri atau keberihan
diri (mandi,mencukur)
3)
Awasi tekanan darah klien dengan melakukan aktivitas
fisik, perhatikan keluhan pusing
4)
Tempatkan dalam posisi terlentang atau posisi
nyaman dan ubah posisi secara periodic
5)
Awasi kebiasaan eliminasi dan berikan
ketentuan defekasi rutin
6)
Berikan atau bantu mobilisasi dengan kursi roda,
kruk, tongkat sesegera mungkin
3.
Gangguan intergritas kulit berhubungan dengan efek
pembedahan ; imobilisasi
Tujuan
:
setelah
dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam diharapkan masalah gangguan infeksi
kulit teratasi dan kembali dalam batas normal.
Kriteria
hasil :
Klien
tampak rileks dank lien menunjukan perilaku atau tekhnik untuk mencegah
kerusakan kulit, memudahkan penyembuhan sesuai indikasi.
Intervensi
:
1)
Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing kemudian
perdarahan dan perubahan warna kulit
2)
Pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan
3)
Tempatkan bantalan air atau bantalan lain
dibawah siku atau tumit sesuai indikasi
4)
Perawatan, bersihkan kulit dengan sabun air, gosok
perlahan dengan alcohol atau bedak dengan jumlah sedikit berat
5)
Observasi untuk potensial area yang tertekan,
khususnya pada akhir dan bawah beban atau gips.
4.
Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan pembentukan
abses tulang, kerusakan tulang
Tujuan
:
setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, maka diharapkan penyembuhan
luka sesuai waktu yang dicatat dan tidak terjadinya infeksi yang berkelanjutan.
Kriteria
hasil :
Penyembuhan
luka sesuai waktu yang dicatat, bebas drainase purulen dan demam dan juga tidak
terjadinya infeksi yang berkepanjangan
Intervensi
:
1)
Inspeksi kulit atau adanya iritasi atau adanya
kontinuitas
2)
Kaji sisi kulit perhatikan keluhan peningkatan
nyeri atau rasa terbakar atau adanya edema atau eritema atau drainase atau bau
tidak sedap
3)
Berikan perawatan luka
4)
Observasi luka untuk pembentukan bula, perubahan warna
kulit kecoklatan bau drainase yang tidak enak atau asam
5)
Lakukan pemeriksaan lab sesuai indikasi dokter
6)
Berikan antibiotik sesuai indikasi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Osteomielitis
adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran infeksi dari
darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering, setelah kontaminasi
fraktur terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen).
Luka
tusuk pada jaringan lunak atau tulang akibat gigitan hewan, manusia atau
penyuntikan intramusculus dapat menyebabkan osteomielitis eksogen.
Osteomielitis akut biasanya dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus, jamur,
dan mikro-organisme lain.
Osteomielitis adalah penyakit yang sulit diobati
karena dapat terbentuk abses local. Abses tulang biasanya memiliki pendarahan
yang sangat kurang, dengan demikian, penyampaian sel-sel imun dan antibiotic
terbatas. Apabila infeksi tulang tidak diobati secara segera dan agresif, nyeri
hebat dan ketidak mampuan permanen dapat terjadi (Corwin, 2001).
B. Saran
Penerapan
asuhan keperawatan hendaknya lebih ditingkatkan lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku saku
patofisiologi. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita selekta
kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Pamela L. 2001. Keperawatan medical
bedah. Jakarta: EGC.
Reeves, Charlene J. 2001. Keperawatan
medical bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku ajar
keperawatan medical-bedah. Jakarta: EGC.
Brunner
& Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar