Sabtu, 20 April 2013

Askep Osteomielitis


                                                     BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Osteomielitis adalah infeksi tulang, lebih sulit di sembuhkan dari pada infeksi jaringan lunak, karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi , tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (Pembentukan tulang baru disekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas.
Infeksi disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fukos infeksi di tempat lain ( misalnya : tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas ). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi di tempat di mana terdapat trauma atau di mana terdapat resistensi rendah, kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas).
Infeksi dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (misalnya : ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang ( misalnya : fraktur terbuka, cedera traumatic seperti luka tembak, pembedahan tulang).
Pasien yang beresiko tinggi mengalami Osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu, pasien yang menderita artitis rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang, atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, mengalami nefrosis insisi margial atau dehidrasi luka, atau memerlukan evakuasi hematoma pascaoperasi
.

B.     Tujuan
a.       Tujuan Umum
Secara umum makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan osteomielitis.
b.      Tujuan Khusus
1.      Menjelaskan definisi, etiologi, dan patofisiologi dari osteomielitis
2.      Menjelaskan manifestasi klinis dan pengobatan dari osteomielitis
3.      Menjelaskan asuhan keperawatan dari osteomielitis




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. (Brunner, suddarth. (2001). 
Beberapa ahli memberikan defenisi terhadap osteomyelitis sebagai berkut :
a.       Osteomyelitis adalah infeksi Bone marrow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh staphylococcus aureus dan kadang-kadang Haemophylus influensae (Depkes RI, 1995).
b.      Osteomyelitis adalah infeksi tulang (Carpenito, 1990).
c.       Osteomyelitis adalah suatu infeksi yang disebarkan oleh darah yang disebabkan oleh staphylococcus (Henderson, 1997).
d.      Osteomyelitis adalah influenza Bone Marow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh staphyilococcus Aureus dan kadang-kadang haemophylus influenzae, infeksi yang hampir selalu disebabkan oleh staphylococcus aureus.

B.     Etiologi
Adapun penyebab – penyebab osteomielitis ini adalah:
a.       Staphylococcus aureus hemolitikus (koagulasi positif) sebanyak 90% dan jarang oleh streptococcus.
b.      Penyebaran hematogen dari pusat infeksi jauh (tonsilitis, bisul atau jerawat, ISPA)
c.       Menurut Joyce & Hawks (2005), penyebab osteomyelitis adalah Staphylococcus aureus(70 %-80 %), selain itu juga bisa disebabkan oleh Escherichia coli, Pseudomonas, Klebsiella, Salmonella, dan Proteus.
d.        Mikroorganisme lain (Smeltzer, Suzanne C,  2002).

C.     Patofisiologi
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus, Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resistensi penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobik.
Awitan Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan – stadium 1) dan sering berhubungan dengan  penumpukan hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan lambat  (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.

Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dan nefrosis tulang sehubungan dengan penigkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan membentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah mencari dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronis (Smeltzer, Suzanne C,  2002).

D.    Manifestasi Klinis
Jika infeksi dibawa oleh darah, biasanya awaitan mendadak, sering terjadi dengan manifetasi klinis septikema (misalnya : menggigil, demam tinggi, tachycardia dan malaise umum). Gejala sistemik pada awalnya dapat menutupi gejala local secara lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai posterium, dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak, dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.
Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah terinfeksi membengkak, hangat, nyeri, dan nyeri tekan.
Pada pasein dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah terjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah.

E.     Pemerik Penunjang
a.       Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan darah.
b.    Pemeriksaan titer antibodi – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas.
c.     Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri Salmonella.
d.    Pemeriksaan Biopsi tulang.
Merupakan proses pengambilan contoh tissue tulang yang akan digunakan untuk    serangkaian tes.

e.     Pemeriksaan ultra sound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.
f.     Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik, setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus.

F.      Penatalaksanaan Medis
Daerah yang terkena harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran darah.
Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi. Kultur darah, swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu pathogen.
Begitu spesimen kultur diperoleh dimulai terapi antibiotika intravena, dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap peningkatan semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengontrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai waktu sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terus-menerus tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang diberikan bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah terkontrol antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibioka, tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan daerah itu diirigasi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Terapi antibiotika dilanjutkan.
Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi (pangangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk menjalankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan grunulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpenghisap untuk mengontrol hematoma dan membuang  debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dangan pemberian irigasi ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan grafit tulang kanselus untuk merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flap otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah, perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, yang kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah

G.    Pencegahan
Pencegahan Osteomielitis adalah sasaran utamanya. Penanganan infeksi fokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak dapat mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatikan terhadap lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi.
Antibiotika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat pembedahan dan Selama 24 sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu. Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptic akan menurunkan insiden infeksi superficial dan potensial terjadinya osteomielitis (Smeltzer, Suzanne C, 2002).

H.    Asuhan Keperawatan
a.       Pengkajian
1.      Riwayat Keperawatan
Identifikasi awitan gejala akut : nyeri akut, pembangkakan, eritema, demam atau keluarnya pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam.
Kaji faktor resiko : Lansia, DM, terapi kortikosteroid jangka panjang, cedera, infeksi dan riwayat bedah ortopedi sebelumnya.
Hal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka terbuka, tindakan operasi khususnya operasi tulang, dan terapi radiasi. Faktor-faktor tersebut adalah sumber potensial terjadinya infeksi.
2.      Pemeriksaan Fisik
Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila dipalpasi. Bisa juga terdapat eritema atau kemerahan dan panas. Efek sistemik menunjukkan adanya demam biasanya diatas 380, takhikardi, irritable, lemah, bengkak, nyeri, maupun eritema.
3.    Riwayat Psikososial
Pasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat sembuh, takut diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga perawat perlu mengkaji perubahan-perubahan kehidupan khususnya hubungannya dengan keluarga, pekerjaan atau sekolah.
4.      Pemeriksaan Diagnostik
Hasil laboratorium menunjukkan adanya leukositosis dan laju endap darah meningkat. 50% pasien yang mengalami infeksi hematogen secara dini adanya osteomielitis maka dilakukan scanning tulang. Selain itu dapat pula dengan biopsi tulang atau MRI

b.      Diasgnosa Keperawatan
1.      Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
2.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
3.      Gangguan intergritas kulit berhubungan dengan efek pembedahan ; imobilisasi.
4.      Resiko terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang, kerusakan kulit

c.       Rencana Keperawatan
1.      Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri dan ketidaknyamanan berkurang, serta tidak terjadi kekambuhan nyeri dan komplikasi.

Kriteria Hasil :
Tidak ada nyeri, klien tampak rileks, tidak ada mengerang dan perilaku melindungi bagian yang nyeri, frekuensi pernapasan 12-24 per menit, suhu klien dalam batas normal (36ºC-37ºC) dan tidak adanya komplikasi.

Intervensi :
1)      Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
2)      Tinggikan ekstermitas yang mengalami nyeri
3)       Hindari penggunaan sprei atau bantal plastic dibawah ekstermitas yang mengalami nyeri
4)       Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan infeksi pada tulang.
5)      Evaluasi keluhan nyeri atau ketidak nyamanan. Perhatikan lokasi dan karakteristik, termasuk intensitas (skala nyeri 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri perubahan pada tanda vital dan emosi atau perilaku.
6)       Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif atau akfif
7)      Dorong menggunakan tehnik managemen stress, seperti relaksasi progresif, latihan napas dalam, imajinasi visualisasi, dan sentuhan terapeutik.
8)      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgesik seperti hidroksin,siklobenzaprin sesuai indikasi.

2.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, diharapkan mobilitas fisik yaitu klien mampu beradaptasi dan mempertahankan mobilitas fungsionalnya

Kriteria hasil :
Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas, mempertahankan posisi fungsional, meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit dan mengkompensasikan bagian tubuh.

Intervensi :
1)      Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan adalah cedera atau pengobatan dan perhatikan persepsi pasien terhadap mobilisasi
2)       Bantu atau dorong perawatan diri atau keberihan diri (mandi,mencukur)
3)      Awasi tekanan darah klien dengan melakukan aktivitas fisik, perhatikan keluhan pusing
4)       Tempatkan dalam posisi terlentang atau posisi nyaman dan ubah posisi secara periodic
5)        Awasi kebiasaan eliminasi dan berikan ketentuan defekasi rutin
6)       Berikan atau bantu mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat sesegera mungkin

3.      Gangguan intergritas kulit berhubungan dengan efek pembedahan ; imobilisasi
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam diharapkan masalah gangguan infeksi kulit teratasi dan kembali dalam batas normal.

Kriteria hasil :
Klien tampak rileks dank lien menunjukan perilaku atau tekhnik untuk mencegah kerusakan kulit, memudahkan penyembuhan sesuai indikasi.

Intervensi :
1)      Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing kemudian perdarahan dan perubahan warna kulit
2)       Pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan
3)       Tempatkan bantalan air atau bantalan lain dibawah siku atau tumit sesuai indikasi
4)      Perawatan, bersihkan kulit dengan sabun air, gosok perlahan dengan alcohol atau bedak dengan jumlah sedikit berat
5)       Observasi untuk potensial area yang tertekan, khususnya pada akhir dan bawah beban atau gips.

4.      Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang, kerusakan tulang
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, maka diharapkan penyembuhan luka sesuai waktu yang dicatat dan tidak terjadinya infeksi yang berkelanjutan.

Kriteria hasil :
Penyembuhan luka sesuai waktu yang dicatat, bebas drainase purulen dan demam dan juga tidak terjadinya infeksi yang berkepanjangan

Intervensi :
1)      Inspeksi kulit atau adanya iritasi atau adanya kontinuitas
2)       Kaji sisi kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri atau rasa terbakar atau adanya edema atau eritema atau drainase atau bau tidak sedap
3)      Berikan perawatan luka
4)      Observasi luka untuk pembentukan bula, perubahan warna kulit kecoklatan bau drainase yang tidak enak atau asam
5)       Lakukan pemeriksaan lab sesuai indikasi dokter
6)      Berikan antibiotik sesuai indikasi








































BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering, setelah kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen).
 Luka tusuk pada jaringan lunak atau tulang akibat gigitan hewan, manusia atau penyuntikan intramusculus dapat menyebabkan osteomielitis eksogen. Osteomielitis akut biasanya dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus, jamur, dan mikro-organisme lain.
Osteomielitis adalah penyakit yang sulit diobati karena dapat terbentuk abses local. Abses tulang biasanya memiliki pendarahan yang sangat kurang, dengan demikian, penyampaian sel-sel imun dan antibiotic terbatas. Apabila infeksi tulang tidak diobati secara segera dan agresif, nyeri hebat dan ketidak mampuan permanen dapat terjadi (Corwin, 2001).

B.     Saran
Penerapan asuhan keperawatan hendaknya lebih ditingkatkan lagi.


























DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2001.  Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Pamela L. 2001. Keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC.

Reeves, Charlene J. 2001. Keperawatan medical bedah. Jakarta: Salemba Medika.

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku ajar keperawatan medical-bedah. Jakarta: EGC.

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: EGC


Tidak ada komentar: