Rabu, 24 April 2013

Askep Asma


A.    Definisi Asma
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trachea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (the American thoracic society,1962)
Asma adalah penyempitan bronkus yang bersifat reversibel yang terjadi oleh karena bronkus yang hiperaktif mengalami kontaminasi dengan antigen.(Dr.H.Tabrani Rab,”ilmu penyakit paru”,1996)
Penyakit Asma (Asthma) adalah suatu penyakit kronik (menahun) yang menyerang saluran pernafasan (bronchiale) pada paru dimana terdapat peradangan (inflamasi) dinding rongga bronchiale sehingga mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang akhirnya seseorang mengalami sesak nafas.
B.     Klasifikasi Asma
1.      Ditinjau dari segi Imunologi
a.       Asma Ekstrinsik
a)      Asma Ekstrinsik Atopik
b)      Asma Ekstrinsik Nonatopik
b.      Asma Kriptogenik
a)      Asma Intrinsik
b)      Asma Idiopati
2.      Ditinjau dari berat ringannya penyakit
a.       Tahap 4 = Persisten Berat
b.      Tahap 3 = Persisten Sedang
c.       Tahap 2 = Persisten Ringan
d.      Tahap 1 = Intermittet
3.      Ditinjau dari Gejala Klinis
a.       Serangan Asma Ringan
b.      Serangan Asma Sedang
c.       Serangan Asma Berat

C.    Etiologi
1.      Allergen
Yaitu zat zat tertentu yang bila dihisap atau di makan dapat menimbulkan serangan asma, misalnya:debu rumah, tengau debu rumah(Dermathopagoides pteronissynus), spora jamur, bulu kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut.

2.      Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran pernafasn terutama disebabkan oleh virus.virus influenza merupakan salah satu factor pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronchial. Diperkirakan, dua pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran pernafasan (sundaru,1991)
3.      Obat obatan
Beberapa klien dengan asma bronchial sensitive atau alergi terhadap obat tertentu seperti penisilin.salisilat, beta bocker,kodein.
4.      Polusi udara
Klien sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik atau kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida foto kemical,serta bau yang tajam.
5.      Lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan factor pencetus yang menyumbang 2%-15% klien dengan asma bronchial(sundaru ,1991)

D.    Patofisiologi
Yang sering terserang adalah bronkus dengan ukuran 3-5 mm,akan tetapi distribusinya meliputi daerah yang luas.walaupun asma pada pribsipnya adalah suatu kelainan pada bagian jalan pernafasan, akan tetapi dapat pula menyebabkan terjadinya gangguan pada  bagian fungsional paru. Gangguan itu disebabkan oleh karena :
1.      Peningkatan resistensi udara respirasi dimana akan mengganggu rasio ventilasi perkusi.
2.      Terdapatnya air tappring(perangkap udara)menyebabkan seolah olah volume inspirasi lebih besar dari pada ekspirasi.
3.      Terdapatnya mucus dengan fiskositas yang tinggi di dalam lumen bronkus dimana dapat menimbulkan gangguan fentilasi,dapat menyebabkan terjadinya opstruksi total.
4.      Selain bronkospasma dapat pula terjadi edema pada sluran pernafasan yang mana dapat menggu pertukaran gas di dalam sitem pernafasan.
5.      Pada setiap serangan yang pertama produksi mucus selalu bertambah.
6.      Infeksi yang menghasilkan eksudat dapat mengganggu bagian jalan pernafasan maupun fungsional dari jaringan.
7.      Pada tingkat permulaan dari suatu asma yang berat PaCO2 dah pH darah selalu konstan.
Tingkat kegawatan pada fentilasi perkusi tidak selamanya sebanding dengan tingkat opstruksi.Kadang kadang pemberian bronkodolator menyebabkan terjadinya penurunan PaO2 secara tiba- tiba. Hal ini di sebabkan oleh karena Defek fentilasi pervusi. Penurunan PaO2 selain disebabkan karena gangguan frntilasi perVusi  dapat disebabkan karena kontraksi-kontraksi dari otot-otot pernafasan. Pada tingkat permulaan Co2 yang di hasilkan dari aktivitas otot-otot pernafasan ini selalu dapat di kompensasi oleh paru-paru. Pada intensitas serangan yang tinggi dapat terjadi peninggian PaCo2 dan penurunan Ph darah.

E.     Gejala dan Tanda
1.      Sesak
2.      Batuk
3.      Nafas Berbunyi(Wheezing)
4.      Cemas/ Gelisah/ Panik/ Berkeringat
5.      Tekanan Darah Meningkat
6.      Nadi Meningkat
7.      Frekuensi Nafas Meningkat
8.      Sianosis
9.      Penggunaan Otot Bantu Pernafasan
10.  Pulsus Paradoksus
11.  Ekspirasi Memanjang
12.  Eosinofil Meningkat > 250/mm3(Pemeriksaan Lab.)

F.     Pemeriksaan Diagnostik
1.      Pengukuran Fungsi Paru (spitometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukan diagnosis asma.
2.      Pemeriksaan Kulit
Untuk menunjukan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.
3.      Pemeriksaan laboratorium
a.       Analisa Gas Darah (AGD/ Astrup)
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis respiratorik.
b.      Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik.
c.       Pemeriksaan Darah Rutin dan Kimia
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea.

4.      Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronkhial biasanya normal tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya proses patologi di paru atau komplikasi asma seperti pneumothoraks, pneumomediastinum, atelektasis.
G.  Penatalaksanaan Medis
1. pengobatan nonfarmakologi
a.       Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan untuk peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, menggunakan obat secara benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
b.      Menhindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang ada pada linkungannya, diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk intake cairan yang cukup bagi klien.
c.       Fisioterapi
Dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan postural drainase, perkusi, dan fibrasi dada.
2.   pengobatan farmakologi
a.   Agonis beta :  metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4 kali semprot, dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit.
b.   Metilxantin, dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4x sehari. Golongan metilxantin adalah aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
c.   Kortikosteroid. Jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol dengan dosis 4x semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam jangka yang lama mempunyai efek samping, maka klien yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d.   Kromolin dan Iprutropioum Bromide(atroven). Kromolin merupakan obat pencegah asma khususnya untuk anak-anak. Dosis iprutropioum bromide diberikan 1-2 kapsul 4x sehari (kee dan hayes, 1994)




H. Pengkajian Keperawatan
1.   Anamnesis
Pengkajian mengenai nama, umur, dan jenis kelamin perlu dilakukan pada klien dengan asma. Serangan asma pada usia dini memberikan implikasi bahwa sangat mungkin terdapat status atopik. Serangan pada usia dewasa dimungkinkan adanya faktor non-atopik.
Tempat tinggal menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada. Berdasarkan alamat tersebut, dapat diketahui pula faktor yang memungkinkan menjadi penc tus serangan asma. Status perkawinan dan gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus serangan asma. Pekerjaan serta suku bangsa juga perlu dikaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan alergen. Hal lain yang perlu dikaji dari identitas klien ini adalah tanggal masuk Rumah Sakit (MRS), nomor rekam medis, asuransi kesehatan, dan diagnosis medis. Keluhan utama meliputi sesak nafas, baernafas terasa berat pada dada, dan adanya keluhan sulit untuk bernafas.

2.   Riwayat Penyakit Saat Ini
            Klien dengan serangan asma datang mencari  pertolongan terutama dengan keluhan sesak nafas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernapasan, kelelahan, gangguan kesadaran, diagnosis, dan perubahan tekanan darah.
Serangan asma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi 3 stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritas mukosa yang kental dan mengumpul. Pada Stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus. Stadium kedua ditandai dengan batuk disertai mucus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, tampak pucat, gelisah, warna kulit mulai membiru. Stadium ketiga ditandai dengan hampir tidak terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk, pernapasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernapasan meningkat karena asfiksia.
Perawat perlu mengkaji obat-obatan yang biasa diminum klien dan memeriksa kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali.

3.   Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya infeksi saluran pernapasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan kolip hidung. Riwayat serangan asma, frekuensi, waktu, dan alergi-alergi yang dicurigai sebagai pencetus serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asma.
4.      Riwayat Penyakit Keluarga
Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensitivitas pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh factor genetic dan lingkunggannya (Hood Alsagaf, 1993)

5.      Pengkajjian Psiko-sosio-kultural
Kecemasan dan koping yang tidak efektif sering didapatkan pada klien dengan asma  bronchial. Status ekonomi berdampak pada asuransi kessehatan dan perubahan mekanisme peran dalam keluarga. Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan asma baik gangguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar, sampai lingkungan kerja. Seorang dengan beban hidup yang berat lebih berpotensial mengalami serangan asma. Berada dalam keadaan yatim piatu, mengalami ketidakharmonisan hubungan dengan orang lain, sampai mengalami ketakutan tidak dapat menjalankan peranan seper ti semula.

a.          Pola Resepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Gejala asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal sehingga klien dengan asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang tidak akan menimbulkan serangan asma.

b.         Pola Hubungan dan Peran
Gejala asma sangat membatasi klien untuk menjalani hidupnya secara normal. Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran klien, baik di lingkungan rumah tangga, masyarakat, ataupun lingkungan kerja serta perubahan peran yang terjadi setelah kllien mengalami serangan asma.

c.          Pola Persepsi dan Konsep Diri
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya. Prsepsi yang salah dapat menghambat renspon kooperatif pada diri klien. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi stressor dalam kehidupan klien. Semakn banyak stressor yang ada pada kehidupan klien dengan asma dapat meningkatkan kemungkinan serangan asma berulang.

d.         Pola Penanggulangan Stress
Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus serangan asma. Oleh karena itu, perlu dikaji penyebab terjadinya stress. Frekuensi dan pengaruh stress terhadap kehidupan klien serta cara penaggulangan terhadap stressor.

e.          Pola Sensorik dan Kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri klien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stressor yang dialami klien sehingga kemungkinan terjadi serangan asma berulang pun akan semakin tinggi.

f.          Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
 Kedekatan klien pada sesuatu yang diyakininya di dunia dipercaya dapat meningkattkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap Tuhan dan mendekatkan diri Kepada-Nya merupakan metode penanggulanga stress yang konstruktif.


6.      Pemeriksaan Fisik

a.          Keadaan umum
Perawat juga perlu mengkaji tentang kesadaran klien,kecemasan,kegelisahan,kelemahan suara bicara,denyut nadi,frekuensi pernafasan yang meningkat,pengunaan otot-otot bantu pernafasan ,sianosis,batuk dengan lender lengket,dan posisi istirahat klien.
b.         Breathing
1.      Inspeksi
Pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan,serta penggunaan otot bantu pernafasan.
2.      Palpasi
Pada palpasi biasanya kesimetrisan, eksoansi, dan taktil fremitus
3.      Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah
4.      Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3 kali inspirasi, dengan bunyi nafas tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi.

c.          Blood
perawat perlu memonitor dampak asma pada status kardiovaskuler meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, dan tekanan darah

d.         Brain
Pada saat inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji, disamping itu diperlukan pemeriksaan GCS, untuk menentukan tingkat kesadaran klien apakah composmetis, Somnolen, atau Coma.




e.          Blaader
pengukuran volume output urine perlu dilakukan.oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya oliguria, karena hal tersebut merupakan tanda awal terjadinya syok.

I.       Diagnosa keperawatan
1.      Tidak efektif bersihan jalan nafas  berhubungan dengan peningkatan produksi mucus, secret kental dan bronkuspasme.
2.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplay dan kebutuhan O2.
3.      Gangguan pola makan berhubungan dengan anoreksia.
4.      Resiko tinggi terhadap tidak efektifnya piñata laksanaan berhubungan kurangnya pengetahuan.


J.      Intervensi keperawatan
No
Intervensi
Rasional
1.1.



1.2.


1..3


2.1.



2.2.


2.3.



3.1





3.2.


4.1.



4.2

4.3.
Instruksikan klien nafas dalam sambil duduk setegak mungkin


Ajarkan klien batuk efektif


Auskultasi paru, sebelum dan sesudah tindakan

Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.

Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan.

Bantu aktivitas klien dalam perawatan diri yang diperlukan.


Beri perawatan oral sering,buang secret,berikan wadah khusus untuk sekali pakai.



Hindari makanan penghasil gas dan minuman berkarbonat.

Ajarkan klien tentang diagnose dan program pengobatan.


Kembangkan latihan klien.

Anjurkan klien untuk menyimpan buku harian.
Memungkinkan espansi paru lebih besar serta menggeser organ abdominalis menjauhi paru.

Membantu dalam mengeluarkan secret

Membantu mengevaluasi keberhasilan tindakan

Menurunkan stress dan meningkatkan istirahat


Untuk menghemat energi guna penyembuhan.

Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay dan kebetuhan oksigen.

Rasa tidak enak,bau,dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.

Dapat meningkatkan Dispnea.


Pemahaman dapat membantu mendorong kepatuhan dan partisipasi dalam perawatan diri.

Latihan meningkatkan stamina klien.

Menyimpan buku harian memungkinkan klien untuk mempertahankan seluruh riwayat dan membantu klien untuk menyebutkan stimulant asma, juga membantu member pelayanan kesehatan bila klien tidak mampu bicara untuk dirinya sendiri.

Tidak ada komentar: