Kamis, 11 April 2013

Askep Hipertensi

BAB I
PENDAHULUAN

Seorang dapat dinyatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. Lanjut usia adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari dari usia manusia sebagai makhluk hidup yang terbatas oleh suatu putaran alam dengan batas usia 55 tahun / lebih.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran darah yang sering terdapat pada usia pertengahan atau lebih, yang ditandai dengan tekanan darah lebih dari normal. Hipertensi menyebabkan perubahan pada pembuluh darah yang mengakibatkan makin meningkatnya tekanan darah.
Dari banyak penelitian epidemiologi didapatkan bahwa dengan meningkatnya umur hipertensi menjadi masalah pada lansia karena sering ditemukan pada lansia. Pada lansia hipertensi menjadi faktor utama payah jantung dan penyakit jantung koroner. Lebih dari separuh kematian di atas usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan serebrovaskular. Secara nyata kematian akibat stroke dan morbiditas penyakit kardiovaskuler menurun dengan pengobatan hipertensi






BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    Pengertian
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg dan tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Penderita hipertensi beresiko tinggi menderita penyakit jantung, penyakit saraf, ginjal dan pembuluh darah. Makin tinggi tekanan darah, makin besar resikonya (Price 2006, h.582).
Hipertensi merupakan gangguan kesehatan yang ditandai adanya tekanan sistolik >140 mmHg dan tekanan diastolik >90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer,2001)
Hipertensi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang dibawa oleh darah, terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya (Vitahealth 2004, h.2).

B.     Etiologi
Hipertensi pada lansia dapat disebabkan oleh interaksi bermacam-macam faktor, antara lain:
1.      Kelelahan
2.      Proses penuaan
3.      Keturunan
4.      Diet yang tidak seimbang
5.      Stress
6.      Sosial budaya
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan–perubahan pada :
1.      Elastisitas dinding aorta menurun
2.      Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3.      Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun. Kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4.      Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
5.      Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Faktor keturunan
Menurut data dari statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
2.      Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
a.       Umur (jika umur bertambah maka TD meningkat)
b.      Jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan)
c.       Ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih)
3.      Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
a.       Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)
b.      Kegemukan atau makan berlebihan
c.       Stress
d.      Merokok
e.       Minum alcohol
f.       Minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin)

Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :
1.      Glomerulonefritis
2.      Pielonefritis
3.      Nekrosis tubular akut
4.      Tumor
5.      Vascular
6.      Aterosklerosis
7.      Hiperplasia
8.      Trombosis
9.      Aneurisma
10.  Emboli kolestrol
11.  Vaskulitis
12.  Kelainan endokrin
13.  DM
14.  Hipertiroidisme
15.  Hipotiroidisme
16.  Saraf
17.  Stroke
18.  Ensepalitis
19.  SGB
20.  Obat–obatan
21.  Kontrasepsi oral
22.  Kortikosteroid

C.    Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu :
1.      Hipertensi essensial (hipertensi primer) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
2.      Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain
Berdasarkan klasifikasi dari JNC-IV maka hipertensi pada usia lanjut dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu :
1.      Hipertensi sistolik saja (isolated systolic hypertension)
Terdapat pada 6-12% pada penderita diatas usia 60 tahun, terutama pada wanita. Insiden meningkat dengan bertambahnya umur.

2.      Hipertensi diastol (diastolic hypertension)
Terdapat pada 12-14% penderita diatas usia 60 tahun, terutama pada pria. Insiden menurun dengan bertambahnya umur.
3.      Hipertensi sistolik – diastole
Terdapat 6 – 8% penderita usia lebih dari 60 tahun, lebih banyak pada wanita. Meningkat dengan bertambahnya umur.
(Darmojo 2004, h.397)

D.    Tanda Dan Gejala
Menurut Setiawan (2008, h.17) dan Vitahealth (2005, h.12) tanda dan gejala hipertensi yang umum muncul baik pada lansia atau bukan lansia adalah sebagai berikut :
1.      Sakit kepala, Pusing (sakit kepala sebelah, sakit kepala seluruhnya, kepala berdenyut seperti ditusuk-tusuk, melayang, vertigo).
2.      Pandangan mata kabur bahkan bisa sampai buta.
3.      Komplikasi berat seperti sesak nafas hebat, pingsan akibat stroke.
4.      Sulit bernapas setelah bekerja keras atau mengangkat beban berat atau mudah lelah.
5.      Sering buang air kecil, terutama dimalam hari.
6.      Telinga berdenging (tinitus).
7.      Jantung berdebar-debar.
8.      Kaki bengkak.
9.      Wajah memerah.
10.  Mimisan.
11.  Mual, muntah.
12.  Pelupa.
E.     Patofisiologi
Hipertensi dapat dipengaruhi oleh volume sekuncup, resistensi perifer total (TPR), dan kecepatan denyut jantung (Corwin 2009, h.489). Peningkatan salah satu dari tiga variabel yang tidak dikompensasikan dapat menyebabkan terjadinya hipertensi. Peningkatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan saraf simpatis atau hormonal yang abnormal pada nodus SA (Corwin 2009, h.485). Impuls yang berkaitan dengan tekanan darah diintegrasikan di otak yang berada di formasio retikularis dan terletak di medula oblongata bagian bawah dan pons yang merupakan pusat kontrol kardiovaskuler (Muttaqin 2009, h.14).
Kontrol sistem persarafan terhadap tekanan darah di otak melibatkan baroreseptor dan serabut-serabut aferennya, pusat vasomotor, dan serabut vasomotor di medula oblongata dan otot polos pembuluh darah (Muttaqin 2009, h.14). Pusat vasomotor yang mempengaruhi diameter pembuluh adalah pusat vasomotor yang merupakan kumpulan serabut saraf simpatis. Pusat vasomotor dan pusat kardiovaskuler bersama-sama meregulasi tekanan darah dengan mempengaruhi curah jantung dan diameter pembuluh darah. Pusat vasomotor mengirim impuls secara tetap melalui serabut efferen saraf simpatis (serabut motorik) yang keluar dari medula spinalis pada sekmen T1 sampai L2 dan masuk menuju otot polos pembuluh darah dan yang terpenting adalah pembuluh darah arteriol, akibatnya pembuluh darah arteriol hampir selalu dalam keadaan kontriksi sedang (Muttaqin 2009, h.15).
Price dalam Muttaqin (2009, h.15) mengatakan bahwa, derajat konstriksi setiap organ bervariasi, umumnya pembuluh darah arteriol kulit dan sistem pencernaan menerima impuls vasomotor lebih sering dan cenderung berkontriksi lebih kuat dibandingkan pembuluh arteriol pada otot rangka. Peningkatan aktivitas simpatis menyebabkan vasokontriksi menyeluruh dan dapat meningkatkan tekanan darah. Sebaliknya, penurunan aktivitas simpatis memungkinkan relaksasi otot polos pembuluh darah dan menyebabkan penurunan tekanan darah sampai pada nilai basal.
Kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor (Smeltzer 2002, h.898).
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan aktivitas vasokonstriksi meningkat. Medula adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi dapat mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal sehingga menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, sehingga meningkatkan volume intravaskuler dan menyebabkan tekanan darah meningkat (Smeltzer 2002, h.899).
F.     Penatalaksanaan
1.      Pencegahan Primer
Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata, adanya hipertensi pada anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardi, obesitas dan konsumsi garam yang berlebihan dianjurkan untuk:
a.    Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar tidak terjadi hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dsb.
b.    Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
c.    Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.
d.   Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.
2.      Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita hipertensi berupa:
a.    Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun dengan tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer.
b.    Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara normal dan stabil mungkin.
c.    Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus dikontrol.
d.   Batasi aktivitas.
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1.      Terapi tanpa obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
a.    Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah : Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr, diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh, penurunan asupan etanol, menghentikan merokok.
b.    Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain. Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu.
c.    Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
1)   Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
2)   Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks.
3)   Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
2.      Terapi dengan obat
Palmer dan  Williams (2007, h.25) mengatakan bahwa, obat hipertensi dapat dibagi sebagai berikut :
a.       Diuretik (misalnya Chortalidaone, Bendroflumethiazide).
Menurunkan tekanan darah dengan bekerja pada ginjal. Diuretik menyebabkan ginjal mengeluarkan kelebihan garam dalam darah melalui urin. Hal ini mengurangi volume cairan dalam sirkulasi dan kemudian menurunkan tekanan darah.
b.      Alfa-bloker (misalnya Doxazosin, Terazosin).
Menurunkan tekanan darah dengan memblokade reseptor pada otot yang melapisi pembuluh darah. Jika reseptor tersebut diblokade, pembuluh darah akan melebar (berdilatasi) sehingga darah mengalir dengan lebih lancar dan tekanan darah menjadi menurun.
c.       Beta-bloker (misalnya Atenol, Bisoprolol).
Menurunkan tekanan darah dengan memperlambat kekuatan kontraksi jantung. Dengan demikian, tekanan yang disebabkan oleh pompa jantung juga berkurang. Beta-bloker juga memperlambat (mendilatasi) pembuluh darah dengan mempengaruhi produksi hormon renin yang mengurangi resistensi sistemik, sehingga jantung dapat bekerja lebih ringan.
d.      Bloker kenal kalsium (misalnya Amlodipine, Felodipine).
Menurunkan tekanan darah dengan memblokade masuknya kalsium ke dalam sel. Jika kalsium memasuki sel otot, maka otot akan mengalami kontraksi. Dengan menghambat kontraksi otot yang melingkari pembuluh darah, pembuluh akan melebar sehingga darah dapat mengalir dengan lancar dan tekanan darah dapat menurun.
e.       Inhibitor ACE (Angiotensin-Converting Enzyme).
Bekerja memblokade produksi hormon angiotensin II yang menyebabkan konstriksi pembuluh darah. Dengan demikian, obat ini dapat memperlebar pembuluh darah.
f.       Bloker reseptor angiotensin (Angiotensin Receptor Blocker, ARB).
Bekerja dengan cara yang sama seperti inhibitor ACE yaitu yang memblokade efek konstriksi dan angiotensin II. Berbeda dengan inhibitor ACE yang memblokade produksi angiotensin II, ARB bekerja dengan memblokade pengikatan angiotensin ke  spesifiknya, bukan mengurangi produksi angiotensin. Oleh karena itu angiotensin tidak dapat menyebabkan konstriksi pembuluh darah, maka pembuluh darah akan melebar (berdilatasi) dan tekanan dalam sistem sirkulasi menjadi berkurang.











BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI


A.  Pengkajian  Individu Lansia
       Pengkajian yang harus dilakukan pada pasein lansia dengan hipertensi meliputi :
1.        Identitas : nama, umur, pendidikan, pekerjaan.
2.        Riwayat sosial
Pada riwayat social hal-hal yang perlu dikaji meliputi  hubungan lansia dengan keluarga dan teman, kemampuan lansia untuk melakukan aktifitas  sehari-hari, pengaturan hidup, status ekonomi, aktifitas sosial dan hobi.
3.        Riwayat Kesehatan :
a.         Riwayat penyakit masa lalu
Pada pengkajian ini biasanya ditemukan data lansia mempunyai riwayat penyakit hipertensi atau penyakit-penyakit lain yang dapat menimbulkan masalah pada lansia.
b.         Riwayat penyakit sekarang
Pada pengkajian ini biasanya ditemukan  keluhan dari lansia, seperti pusing,pandangan mata kabur, telinga berdenging, jantung berdebar-debar, kaki bengkak, mimisan, mual & muntah, pelupa, TD lebih dari 140/80 mmHg.
c.         Persepsi tentang kesehatannya
Pengkajian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pandangan lansia tentang kesehatannya, kondisi fisik maupun psikisnya.
d.        Kebiasaan dalam pemenuhan kebutuhan
Dalam kebiasaan untuk memenuhi kebutuhan dasar lansia sering ditemukan bahwa lansia dalam memenuhi kebutuhan nutrisinya biasanya mengalami gangguan, lansia tidak mau  makan karena mual & muntah. Untuk pemenuhan kebutuhan pola eliminasi pada lansia biasanya juga mengalami gangguan,seperti BAK lebih dari 5-6 kali/hari ataupun BAB lebih dari 3 kali/hari. Dalam pemenuhan kebutuhan pola aktivitas dan istirahat lansia biasanya juga mengalami masalah, seperti lansia susah untuk tidur karena pusing yang dialami lansia saat TD meningkat di atas normal, aktivitas lansia menjadi terbatas karena tanda gejala hipertensi yang dialami lansia.
e.         Perubahan fungsi tubuh
Pada lansia biasanya mengalami perubahan-perubahan fungsi dari tubuhnya.Biasanya pada pengkajian ini ditemukan lansia mengalami gangguan dalam pendengaran maupun penglihatanya.
f.          Kebiasaan olah raga
Pada lansia kebiasaan olah raga biasanya jarang dilakukan. Lansia cenderung lebih pasif untuk melakukan aktivitas seperti olah raga. Hal inilah yang biasanya sebagai salah satu pemicu lansia mengalami hipertensi.
g.         Kekuatan fisik
Pada pengkajian ini biasanya ditemukan data lansia mengalami penurunan kekuatan secara fisik seperti lansia sering mengalami kelelahan dan ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas.
4.        Aspek Psikis
a.       Bagaimana lansia memandang kehidupan
Dalam hal ini, dapat dilihat bagaimana lansia memandang kehidupan setelah menjadi lansia. Apakah memandang hidup dengan positif atau negatif.
b.      Sikap terhadap proses menua
Dalam pengkajian ini, dilihat mengenai penerimaan atau tidaknya lansia mengenai proses menjadi menua atau menjadi lansia pada dirinya. Apakah lansia menerima keadaan dirinya yang menua atau sebaliknya, tidak menerima keadaan tersebut.


c.       Bagaimana mengatasi stresor dan stres
Dapat dilihat bagaimana koping lansia menghadapi stressor, baik stressor dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya.
d.      Apa stresor bagi lansia
Dikaji mengenai sumber stressor yang menurut lansia dapat menjadi stressor bagi dirinya.
e.       Bagaimana konsep diri lansia
Dalam pengkajian ini, dapat digali mengenai konsep diri pada lansia.
f.       Apa harapan sekarang dan yg akan datang
Dapat dikaji mengenai harapan – harapan yang ingin dicapai atau didapat lansia dengan sisa umur yang masih ada.
5.        Aspek spiritual
Pada aspek spiritual pada lansia biasanya lansia lebih cenderung untuk memenuhi kebutuhan spiritual dengan menjalankan ibadah secara aktif.Hal ini berkaitan dengan focus lansia untuk mengahadpi kematian.
6.         Pemeriksaan Fisik.
a.       Tanda vital
Tekanan darah biasanya lebih dari 140/80 mmhg, N : 90-100 X/menit Rr: 18-22 x/menit.
b.      Status gizi : BB, TB
Pada pengkajian ini biasanya ditemukan data bahwa lansia mengalami gangguan dalam pemenuhan gizi lansia. BB lansia mengalami penurunan karena nutrisi yang kurang terpenuhu dari lansia.
c.       Pemeriksaan fisik heat to toe :
1)        Integumen
Kulit keriput, permukaan kulit kasar dan bersisik, akral dingin.
2)        Kepala
warna rambut beruban, distribusi rambut tidak rata dan kadang  mengalami kerontokan
3)        Mata
Pandangan kabur, konjungtiva tidak anemi.
4)        Telinga
 Fungsi pendengaran menghilang
5)        Mulut dan tenggorokan
Biasanya terjadi penaggalan gigi pada lansia, mukosa bibir kering
6)        Leher
Biasanya ditemukan peningkatan vena jugularis
7)        Sistem pernafasan
Pasien menggunakan pernafasan dada, mengalami kesulitan bernafas saat melakukan aktifitas lebih.
8)        Sistem kardiovaskular
Meningkatnya tekanan darah lebih dari 180/80 mmhg
9)        Sistem gastrointestinal
Lansia biasnya mengalami mual dan muntah
10)    Sistem perkemihan
  BAK lebih dari 5-6 X/ hari
11)    Sistem reproduksi
  Pada lansia biasanya sudah mengalami menopause. Pada lansia  biasanya aktivitas seksual berkurang
12)    Sistem musculoskeletal
   Kifosis, pergerakan lambat, tremor, dan kadang merasakan keram – keram pada otot.
13)    Sistem persarafan
  Daya ingat pasien berkurang, berkurangnya penglihatan, menghilangnya fungsi pendengaran.
14)    Sistem endokirin
  Menurunnya aktifitas tiroid, menurunnya sekresi hormon kelamin
7.        Aktivitas
Hal-hal yang perlu dikaji dalam aktivitas lansia biasanya meliputi kemampuan lansia dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari untuk mandi, berpakaian, toileting, berpindah, continence dan makan.


B.  Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

1.        Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokontriksi, iskemia miokardia, hipertrofi/rigiditas (kekakuan) ventrikular.
a.         Kriteria hasil :
1)        Tekanan darah sistolik diastolik dalam batas normal.
2)        Denyut jantung dalam batas normal.
3)        Denyut perifer kuat dan simetris.
4)        Tekanan vena sentral dan tekanan dalam paru dalam batas normal.
b.         Intervensi :
1)        Kaji dan dokumentasi tekanan darah, adanya sianosis, status pernapasan dan status mental.
2)        Kaji toleransi aktivitas pasien dengan memperhatikan awal napas pendek, nyeri, palpitasi atau pusing.
3)        Pantau denyut perifer, waktu pengisian kapiler dan suhu serta warna ekstremitas.
4)        Pantau dan dokumentasikan denyut jantung, irama dan nadi.
5)        Berikan informasi untuk teknik penurunan stres, seperti biofeed-back, relaksasi otot progresif, meditasi, dan latihan.

2.        Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
a.         Kriteria hasil :
1)        Pasien dapat mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukannya.
2)        Pasien dapat menunjukkan penghematan energi dengan menyeimbangkan antara aktivitas dan istirahat.
b.         Intervensi :
1)        Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas.
2)        Pantau respon oksigen pasien (misalnya, nadi, irama jantung, dan frekuensi respirasi) terhadap aktivitas perawatan diri.
3)        Tentukan penyebab keletihan (misalnya karena perawatan, nyeri dan pengobatan).
4)        Instruksikan penggunaan teknik relaksasi selama aktivitas.

3.        Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
a.         Kriteria hasil :
1)        Pasien akan melaporkan nyeri atau ketidaknyamanan hilang atau terkontrol.
2)        Pasien dapat mengenali penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri.
b.         Intervensi :
1)        Kaji lokasi, karakteristik, frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri serta faktor presipitasinya.
2)        Minta pasien untuk menilai nyeri pada skala 0 sampai 10 (0 = tidak nyeri, 10 = sangat nyeri).
3)        Berikan informasi tentang nyeri, penyebab nyeri, seberapa lama akan berlangsung dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.
4)        Ajarkan pasien cara mengendalikan nyeri sebelum menjadi berat; ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (misalnya : relaksasi, imajinasi terbimbing, masase, kompres hangat/dingin) sebelum nyeri terjadi atau meningkat.

4.        Resiko cedera berhubungan dengan komplikasi hipertensi
a.         Kriteria hasil : klien akan menghindari disfungsi sistem organ khususnya sistem kardiovaskular dan ginjal.
b.         Intervensi :
1)        Modifikasi lingkungan untuk menghilangkan kemungkinan bahaya.
2)        Tinggikan pengaman tempat tidur. Letakkan benda dimana klien dapat melihat dan meraihnya tanpa klien menjangkau terlalu jauh.
3)        Bantu klien dan keluarga mengevaluasi lingkungan yang memungkinkan bahaya.
4)        Batasi dan bantu aktivitas klien.
5.        Ketidakpatuhan yang berhubungan dengan kebutuhan terhadap terapi antihipertensif dan kesalahpahaman bahwa terapis tersebut dibutuhkan hanya selama periode simtomatik
a.         Kriteria hasil :
Klien akan mematuhi terapi yang diprogramkan, yang ditunjukkan dengan tekanan darah dalam batas nomal dan tidak ada disfungsi organ
b.         Intervensi :
1)        Jika klien di rumah, awasi apakah klien benar-benar meminum obat-obatan yang diresepkan.
2)        Berikan obat-obatan diuretik dan antihipertensif sesuai program
3)        Untuk mendorong kepatuhan terhadap terapi antihipertensif, anjurkan penetapan jadwal rutin untuk minum obat.
4)        Jelaskan bahwa menghentikan terapi obat-obatan dengan tiba-tiba adalah berbahaya. Instruksikan lansia untuk melaporkan setiap obat.
                                                       





DA FTAR PUSTAKA

Corwin, EJ 2009, Buku Saku Patofisiologi, edk 3, trans. BS Nike, EGC, Jakarta.

Dalimarta, S et all 2008, Care Your Self Hepertensi, Penebar plus, Jakarta.

Darmojo, RB 2004, Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), edk 3, FKUI, Jakarta.

Hutapea, R 2005, Sehat dan Ceria di Usia Senja Suatu Awal Baru, Rineka Cipta, Jakarta.

Gray et all 2005, Lecture Notes Kardiologi, edk 4, trans. A Agoes, A Dwi, Erlangga, Jakarta.

Muttaqin, A 2009, Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular, ed.N Elly, Salemba Medika, Jakarta.

Palmer, A and Williams, B 2007, Simple Guides Tekanan Darah Tinggi, trans. Y Elizabeth, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Perry, AG and Potter, PA 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan, vol. 1 & 2, edk 4, trans. A Yasmin et all, EGC, Jakarta.

Price, SA 2006, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, vol. 1, EGC, Jakarta.

Smeltzer, SC and Bare, BG 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth vol. 1, edk 8, trans. Waluyo A et al, EGC, Jakarta.

Stockslager, JL 2007, Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik, edk 2, EGC, Jakarta.

Tidak ada komentar: