Kamis, 23 Mei 2013

Askep Anemia


Pengertian
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau akibat gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.
B. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Anemia

viskositas darah menurun

resistensi aliran darah perifer

penurunan transport O2 ke jaringan

hipoksia, pucat, lemah

beban jantung meningkat

kerja jantung meningkat

payah jantung
C. Etiologi:
  • Hemolisis (eritrosit mudah pecah)
  • Perdarahan
  • Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
  • Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid, piridoksin, vitamin C dan copper
D. Klasifikasi anemia:
Klasifikasi berdasarkan pendekatan fisiologis:
1. Anemia hipoproliferatif, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh defek produksi sel darah merah, meliputi:
  • Anemia aplastik
  • Anemia pada penyakit ginjal
  • Anemia pada penyakit kronis
  • Anemia defisiensi besi
  • Anemia megaloblastik
2. Anemia hemolitika, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh destruksi sel darah merah:-
  • Pengaruh obat-obatan tertentu
  • Penyakit Hookin
  • limfosarkoma
  • mieloma multiple
  • leukemia limfositik kronik
  • Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase
  • Proses autoimun
  • Reaksi transfusi
  • Malaria

Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit

Antigesn pada eritrosit berubah

Dianggap benda asing oleh tubuh

sel darah merah dihancurkan oleh limposit

Anemia hemolisis
E. Tanda dan Gejala
  • Lemah, letih, lesu dan lelah
  • Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
  • Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat.
F. Kemungkinan Komplikasi yang muncul
  • Komplikasi umum akibat anemia adalah:
  • Gagal jantung,
  • Parestisia dan
  • Kejang
G. Pemeriksaan Khusus dan Penunjang
Kadar Hb, hematokrit, indek sel darah merah, penelitian sel darah putih, kadar Fe, pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar folat, vitamin B12, hitung trombosit, waktu perdarahan, waktu protrombin, dan waktu tromboplastin parsial.
Aspirasi dan biopsy sumsum tulang. Unsaturated iron-binding capacity serum
Pemeriksaan diagnostic untuk menentukan adanya penyakit akut dan kronis serta sumber kehilangan darah kronis.
H. Terapi yang Dilakukan
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang:
1. Anemia aplastik:
  • Transplantasi sumsum tulang
  • Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG)
2. Anemia pada penyakit ginjal
  • Pada paien dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan asam folat
  • Ketersediaan eritropoetin rekombinan
3. Anemia pada penyakit kronis
  • Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.
4. Anemia pada defisiensi besi
  • Dicari penyebab defisiensi besi
  • Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan fumarat ferosus.
5. Anemia megaloblastik
  • Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
  • Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.
  • Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN MASALAH KOLABORASI YANG MUNGKIN MUNCUL
  • Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
  • Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d inadekuat intake makanan.
  • Perfusi jaringan tidak efektif b.d perubahan ikatan O2 dengan Hb, penurunan konsentrasi Hb dalam darah.
  • Resiko Infeksi b/d imunitas tubuh skunder menurun (penurunan Hb), prosedur invasive
  • PK anemia
  • Kurang pengatahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang informasi.
  • Sindrom deficite self care b.d kelemahan
RENPRA ASKEP ANEMIA
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
1
Intoleransi aktivitas B.d ketidakseimbangan suplai & kebutuhan O2
Setelah dilakukan askep …. jam Klien dapat menunjukkantoleransi terhadap aktivitas dgn KH:
  • Klien mampu aktivitas minimal
  • Kemampuan aktivitas meningkat secara bertahap
  • Tidak ada keluhan sesak nafas dan lelah selama dan setelah aktivits minimal
  • v/s dbn selama dan setelah aktivitas
Terapi aktivitas :
  • Kaji kemampuan ps melakukan aktivitas
  • Jelaskan pada ps manfaat aktivitas bertahap
  • Evaluasi dan motivasi keinginan ps u/ meningktkan aktivitas
  • Tetap sertakan oksigen saat aktivitas.

Monitoring V/S
  • Pantau V/S ps sebelum, selama, dan setelah aktivitas selama 3-5 menit.

Energi manajemen
  • Rencanakan aktivitas saat ps mempunyai energi cukup u/ melakukannya.
  • Bantu klien untuk istirahat setelah aktivitas.

Manajemen nutrisi
  • Monitor intake nutrisi untuk memastikan kecukupan sumber-sumber energi

Emosional support
  • Berikan reinfortcemen positip bila ps mengalami kemajuan
2
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi inadekuat, faktor psikologis
Setelah dilakukan asuhan keperawatan …  jam klien menunjukan status nutrisi adekuatdengan KH:BB stabil, tingkat energi adekuat
masukan nutrisi adekuat
Manajemen Nutrisi
  • Kaji adanya alergi makanan.
  • Kaji makanan yang disukai oleh klien.
  • Kolaborasi team gizi untuk penyediaan nutrisi TKTP
  • Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisi TKTP dan banyak mengandung vitamin C
  • Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.
  • Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
  • Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.

Monitor Nutrisi
  • Monitor BB jika  memungkinkan
  • Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.
  • Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.
  • Monitor adanya mual muntah.
  • Kolaborasi untuk pemberian terapi sesuai order
  • Monitor adanya gangguan dalam input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.
  • Monitor intake nutrisi dan kalori.

  • Monitor kadar energi, kelemahan dan kelelahan.

3
Perfusi jaringan tdk efektive b.dperubahan ikatan O2 dengan Hb, penurunan konsentrasi Hb dalam darah.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …  jamperfusi jaringan klien adekuatdengan criteria :- Membran mukosa merah muda
- Conjunctiva tidak anemis
- Akral hangat
- TTV dalam batas normal
perawatan sirkulasi : arterial insuficiency
  • Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler refil, temperatur ekstremitas).
  • Evaluasi nadi, oedema
  • Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan
  • Kaji nyeri
  • Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk memperbaiki sirkulasi.
  • Berikan therapi antikoagulan.
  • Rubah posisi pasien jika memungkinkan
  • Monitor status cairan intake dan output
  • Berikan makanan yang adekuat untuk menjaga viskositas darah
4
Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, prosedur invasive
Setelah dilakukan askep …. jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dg KH:
  • bebas dari gejala infeksi,
  • angka lekosit normal (4-11.000)
  • V/S dbn
Konrol infeksi :
  • Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
  • Batasi pengunjung bila perlu dan anjurkan u/ istirahat yang cukup
  • Anjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien.
  • Gunakan sabun anti microba untuk mencuci tangan.
  • Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
  • Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.
  • Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.
  • Lakukan perawatan luka dan dresing infus,DC setiap hari jika ada
  • Tingkatkan intake nutrisi. Dan cairan yang adekuat
  • berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi
  • Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
  • Monitor hitung granulosit dan WBC.
  • Monitor kerentanan terhadap infeksi.
  • Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.
  • Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas.
  • Monitor perubahan tingkat energi.
  • Dorong klien untuk meningkatkan mobilitas dan latihan.
  • Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.
  • Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.dan melaporkan kecurigaan infeksi.
5
PK:Anemia
Setelah dilakukan askep …..  jam perawat  dapat meminimalkan terjadinya komplikasi anemia :Hb >/= 10 gr/dl.
Konjungtiva tdk anemis
Kulit tidak pucat hangat
  • Monitor tanda-tanda anemia
  • Observasi keadaan umum klien
  • Anjurkan untuk meningkatkan asupan nutrisi klien yg bergizi
  • Kolaborasi untuk pemeberian terapi initravena dan tranfusi darah
  • Kolaborasi kontrol Hb, HMT, Retic, status Fe
6
Deficite Knolage tentang penyakit dan perawatannya b.d Kurang paparan thdp sumber informasi, terbatasnya kognitif
setelah diberikan penjelasan selama …. X pengetahuan klien dan keluarga meningkat dg KH:
  • ps mengerti proses penyakitnya dan Program prwtn serta Th/ yg diberikan dg:
  • Ps mampu:Menjelaskan kembali tentang apa yang dijelaskan
  • Pasien / keluarga kooperatif
Teaching : Dissease Process
  • Kaji  tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit
  • Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebabnya
  • Sediakan informasi tentang kondisi klien
  • Berikan informasi tentang perkembangan klien
  • Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit
  • Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan
  • Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi
  • Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi
  • Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit
  • Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada
  • Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan
7
Sindrom defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya
Setelah dilakukan askep … jam klien dan keluarga dapatmerawat diri : activity daily living (adl) dengan kritria :
  • kebutuhan klien sehari-hari terpenuhi (makan, berpakaian, toileting, berhias, hygiene, oral higiene)
  • klien bersih dan tidak bau.
Bantuan perawatan diri
  • Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri yang mandiri
  • Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan, berhias
  • Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri
  • Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
  • Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya
  • Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin
  • dorong untuk melakukan secara mandiri tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
  • Berikan reinforcement positif atas usaha yang dilakukan.
Semoga informasi tentang asuhan keperawatan pasien anemia diatas dapat bermanfaat sebagai referensi Anda dalam menyusun ASKEP, dan berikut kami sampaikan pula untuk Anda tentang Asuhan Keperawatan Chronic Kidney Disease.

Sabtu, 18 Mei 2013

Askep GEDS




Asuhan Keperawatan pada Klien

dengan Gastroenteritis

Pengertian

·         Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak  dari biasanya (normal 100 - 200 ml per jam tinja), dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai frekuensi defekasi yang meningkat (Mansjoer, Arif., et all. 1999).
·         Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari ( WHO, 1980),
·         Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996).
·         Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965).
·         Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s,1995).
·         Gastroenteritis adalah kondisi dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang disebabkan oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan ( Marlenan Mayers,1995 ).
Jadi dari keempat pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya yang disebabkan oleh bakteri,virus dan parasit yang patogen.

Patofisiologi

Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, VirusNorwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut.
Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu klien ke klien yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan mutilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.

Gejala Klinis

a. Diare.
b. Muntah.
c. Demam.
d. Nyeri abdomen
e. Membran mukosa mulut dan bibir kering
f. Fontanel cekung
g. Kehilangan berat badan
h. Tidak nafsu makan
i. Badan terasa lemah

Komplikasi

a. Dehidrasi
b. Renjatan hipovolemik
c. Kejang
d. Bakterimia
e. Mal nutrisi
f. Hipoglikemia
g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.

Tingkat Dehidrasi Gastroenteritis

a. Dehidrasi Ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, klien belum jatuh pada keadaan syok.
b. Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak,  presyok nadi cepat dan dalam.
c. Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.

Penatalaksanaan Medis

a. Pemberian cairan.
b. Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :
·         Memberikan asi.
·         Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih.
c. Obat-obatan.

Pemberian cairan, pada klien Diare dengan memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan umum

a. Cairan per oral.
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/l dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.
b. Cairan parenteral.
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
1. Dehidrasi ringan.
1jam pertama 25 – 50 ml / Kg BB / hari, kemudian 125 ml / Kg BB / oral
2. Dehidrasi sedang.
1jam pertama 50 – 100 ml / Kg BB / oral, kemudian 125 ml / kg BB / hari.
3. Dehidrasi berat.
Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3 – 10 kg
· 1 jam pertama : 40 ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg BB / menit (infus set 1 ml = 15 tetes atau 13 tetes / kg BB / menit.
· 7 jam berikutnya 12 ml / kg BB / jam = 3 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ).
· 16 jam berikutnya 125 ml / kg BB oralit per oral bila anak mau minum,teruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.
Untuk anak lebih dari 2 – 5 tahun dengan berat badan 10 – 15 kg.
- 1 jam pertama 30 ml / kg BB / jam atau 8 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 15 tetes ) atau 10 tetes / kg BB / menit ( 1 ml = 20 tetes ).
- 7 jam kemudian 127 ml / kg BB oralit per oral,bila anak tidak mau minum dapat diteruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.
Untuk anak lebih dari 5 – 10 tahun dengan berat badan 15 – 25 kg.
-1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit ( infus set 1 ml = 20 tetes ).
-16 jam berikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral.
c. Diatetik ( pemberian makanan ).
Terapi diatetik adalah pemberian makan dan minum khusus kepada klien dengan tujuan meringankan, menyembuhkan serta menjaga kesehatan klien.
Hal – hal yang perlu diperhatikan :
·         · Memberikan Asi.
·         · Memberikan bahan makanan yang mengandung cukup kalori,protein,mineral dan vitamin, makanan harus bersih.
d. Obat-obatan.
· Obat anti sekresi.
· Obat anti spasmolitik.
· Obat antibiotik.

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium.
· Pemeriksaan tinja.
· Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup, bila memungkinkan.
· Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
b. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kuantitatif, terutama dilakukan pada klien diare kronik.

Tumbuh Kembang Anak

Berdasarkan pengertian yang didapat,penulis menguraikan tentang pengertian dari pertumbuhan adalah berkaitan dengan masa pertumbuhan dalam besar, jumlah, ukuran atau dengan dimensi tentang sel organ individu, sedangkan perkembangan adalah menitik beratkan pada aspek perubahan bentuk atau fungsi pematangan organ individu termasuk perubahan aspek dan emosional.
Anak adalah merupakan makhluk yang unik dan utuh, bukan merupakan miniatur orang dewasa, atau kekayaan orang tua yang nilainya dapat dihitung secara ekonomi.
Tujuan keperawatan anak adalah meningkatkan maturasi yang sehat bagi anak, baik secara fisik, intelektual dan emosional secara sosial dan konteks keluarga dan masyarakat.
Tumbuh kembang pada bayi usia 6 bulan.
a. Motorik halus.
1. Mulai belajar meraih benda-benda yang ada didalam jangkauan ataupun diluar.
2. Menangkap objek atau benda-benda dan menjatuhkannya
3. Memasukkan benda kedalam mulutnya.
4. Memegang kaki dan mendorong ke arah mulutnya.
5. Mencengkram dengan seluruh telapak tangan.
b. Motorik kasar.
1. Mengangkat kepala dan dada sambil bertopang tangan.
2. Dapat tengkurap dan berbalik sendiri.
3. Dapat merangkak mendekati benda atau seseorang.
c. Kognitif.
a. Berusaha memperluas lapangan.
b. Tertawa dan menjerit karena gembira bila diajak bermain.
c. Mulai mencari benda-benda yang hilang.
d. Bahasa.
Mengeluarkan suara ma.. pa.. ba.. walaupun kita berasumsi ia sudah dapat memanggil kita, tetapi sebenarnya ia sama sekali belum mengerti.

Dampak Hospitalisasi terhadap Anak

a. Separation ansiety
b. Tergantung pada orang tua
c. Stress bila berpisah dengan orang yang berarti
d. Tahap putus asa : berhenti menangis, kurang aktif, tidak mau makan, main, menarik diri, sedih, kesepian dan apatis
e. Tahap menolak : Samar-samar seperti menerima perpisahan, menerima hubungan dengan orang lain dan menyukai lingkungan

Pengkajian Keperawatan

Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, pemeriksaan fisik. Pengkaji data menurut Cyndi Smith Greenberg, 1992 adalah :
1. Identitas klien.
2. Riwayat keperawatan.
· Awalan serangan : Awalnya anak cengeng,gelisah,suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare.
· Keluhan utama : Faeces semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
3. Riwayat kesehatan masa lalu.
Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.
4. Riwayat psikososial keluarga.
Hospitalisasi akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi keluarga, kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan pengobatan anak, setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.
5. Kebutuhan dasar.
· Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang.
· Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan penurunan berat badan pasien.
· Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
· Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.
· Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat distensi abdomen.
6. Pemerikasaan fisik.
a. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah, pernapasan agak cepat.
b. Pemeriksaan sistematik :
· Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan.
· Perkusi : adanya distensi abdomen.
· Palpasi : Turgor kulit kurang elastis
· Auskultasi : terdengarnya bising usus.
c. Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang.
d. Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi sehingga berat badan menurun.
e. Pemeriksaan penunjang.
f.Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan duodenum intubation yaitu untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.

Diagnosa Keperawatan GE

1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan.
6. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur yang menakutkan.

Intervensi

Diagnosa 1.
Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
Tujuan :
Devisit cairan dan elektrolit teratasi
Kriteria hasil:
Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, balan cairan seimbang
Intervensi :
Observasi tanda-tanda vital. Observasi tanda-tanda dehidrasi. Ukur input dan output cairan (balan cairan). Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang lebih 2000 – 2500 cc per hari. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi cairan, pemeriksaan lab elektrolit. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.
Diagnosa 2.
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan mual dan muntah.
Tujuan :
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi
Kriteria hasil :
Intake nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi yang disediakan, mual, muntah tidak ada.
Intervensi :
Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi. Timbang berat badan klien. Kaji faktor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi. Lakukan pemeriksaan fisik abdomen (palpasi, perkusi, dan auskultasi). Berikan diet dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan diet klien.
Diagnosa 3.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi BAB yang berlebihan.
Tujuan :
Gangguan integritas kulit teratasi
Kriteria hasil :
Integritas kulit kembali normal, iritasi tidak ada, tanda-tanda infeksi tidak ada
Intervensi :
Ganti popok anak jika basah. Bersihkan bokong secara perlahan menggunakan sabun non alkohol. Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi iritasi pada kulit. Observasi bokong dan perineum dari infeksi. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi antifungi sesuai indikasi.
Diagnosa 4.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
Tujuan :
Nyeri dapat teratasi
Kriteria hasil :
Nyeri dapat berkurang / hilang, ekspresi wajah tenang
Intervensi :
Observasi tanda-tanda vital. Kaji tingkat rasa nyeri. Atur posisi yang nyaman bagi klien. Beri kompres hangat pada daerah abdomen. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi analgetik sesuai indikasi.
Diagnosa 5.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis dan pengobatan.
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil :
Keluarga klien mengerti dengan proses penyakit klien, ekspresi wajah tenang, keluarga tidak banyak bertanya lagi tentang proses penyakit klien.
Intervensi :
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang proses penyakit klien. Jelaskan tentang proses penyakit klien dengan melalui pendidikan kesehatan. Berikan kesempatan pada keluarga bila ada yang belum dimengertinya. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.
Diagnosa 6.
Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur yang menakutkan.
Tujuan :
Klien akan memperlihatkan penurunan tingkat kecemasan
Intervensi :
Kaji tingkat kecemasan klien. Kaji faktor pencetus cemas. Buat jadwal kontak dengan klien. Kaji hal yang disukai klien. Berikan mainan sesuai kesukaan klien. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan. Anjurkan pada keluarga untuk selalu mendampingi klien.

Evaluasi

1. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh.
3. Integritas kulit kembali normal.
4. Rasa nyaman terpenuhi.
5. Pengetahuan kelurga meningkat.
6. Cemas pada klien teratasi.

Daftar Pustaka

Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarata : EGC
Dongoes (2000). Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta : EGC
Makalah Kuliah . Tidak diterbitkan.
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
Pitono Soeparto, dkk. (1997). Gastroenterologi Anak. Surabaya : GRAMIK FK Universitas Airlangga.
Price, Anderson Sylvia. (1997) Patofisiologi. Ed. I. Jakarata : EGC.
Diare Akut Karena Infeksi
Pendahuluan
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.
Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari. Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan virus, bakteri, dan parasit.
Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.
Dinegara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh karena foodborne infections dan waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella spp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens danEnterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC).
Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk setiap tahun. Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya di banding di negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun.
Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang kerumah sakit dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar, Pontianak, Makasar dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab terbanyak adalah Vibrio cholerae 01, diikutidengan Shigella spp, Salmonella spp, V. Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-01, dan Salmonella paratyphi A.
Epidemiologi
Pada tahun 1995 diare akut karena infeksi sebagai penyebab kematian pada lebih dari 3 juta penduduk dunia. Kematian karena diare akur dinegara berkembang terjadi terutama pada anak-anak berusia kurang dari 5 tahun, dimana dua pertiga diantaranya tinggal didaerah/lingkungan yang buruk, kumuh dan padat dengan sistem pembuangan sampah yang tidak memenuhi sarat, keterbatasan air bersih dalam jumlah maupun distribusinya, kurangnya sumber bahan makanan disertai cara penyimpanan yang tak memenuhi syarat, tingkat pendidikan yang rendah serta kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan.
Di Amerika Serikat dengan perbaikan sanitasi dan tingkat pendidikan, prevalensi diare karena infeksi berkurang. Dara dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menunjukkan bahwa infeksi karena Salmonella, Shigella, Listeria, Escherichia coli, dan Yersiniaberkurang berkisar 20-30% berkat perhatian atas kebersihan dan keamanan makanan. Sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi masih menduduki peringkat pertama sampai dengan keempat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit.
Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare akut yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian, penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi.
Etiologi
Lebih dari 90% diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10% karena sebab-sebab lain antara lain obat-obatan, bahan-bahan toksik, iskemik dan sebagainya.
Diare akut karena infeksi dapat ditimbulkan oleh:
1.    Bakteri
Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A/B/C, Salmonella spp, Shigella dysentriae, Shigella flexneri, Vibrio cholerae 01 dan 0139, Vibrio cholera non 01, Vibrio parachemolyticus, Clostridium perfringens, Campylobacter (Helicobacter) jejuni, Staphlyllococcus spp, Streptococcus spp, Yersinia intestinalis, Coccidosis.
1.    Parasit
Protozoa: Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis, Isospora sp. Cacing: A. lumbricoides, A. duodenale, N. americanus, T. trichiura, O. vermicularis, T. saginata, T. sollium.
1.    Virus
Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus.
Pola mikro organisme penyebab diare akut berbeda-beda berdasarkan umur, tempat dan waktu. Di negara maju penyebab paling sering Norwalk virus, Helicobacter jejuni, Salmonella sp, Clostridium difficile, sedangkan penyebab paling sering di negara berkembang adalah Enterotoxicgenic Escherichia coli (ETEC), Rota virus dan V. cholerae.
Patofisiologi
Sebanyak sekitar 9-10 liter cairan memasuki saluran cerna setiap harinya, berasal dari luar (diet) dan dari dalam tubuh kita (sekresi cairan lambung, empedu dan sebagainya). Sebagian besar (75-85%) dari jumlah tersebut akan diresorbsi kembali di usus halus dan sisanya sebanyak 1500 ml akan memasuki usus besar. Sejumlah 90% dari cairan tersebut di usus besar akan diresorbsi, sehingga tersisa jumlah 150-250 ml cairan yang akan ikut membentuk tinja.
Faktor-faktor faali yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu sama lain, misalnya saja, cairan intra luminal yang meningkat menyebabkan terangsangnya usus secara mekanisme meningkatnya volume, sehingga motilitas usus meningkat. Sebaliknya bila waktu henti makanan di usus terlalu cepat akan menyebabkan gangguan waktu penyentuhan makanan dengan mukosa usus sehingga waktu penyerapan elektrolit, air dan zat-zat lain terganggu.
Patogenesis
Dua hal umum yang patut diperhatikan pada keadaan diare akut karena infeksi adalah faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri atas faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan intern traktus intestinalis seperti keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga mencakup lingkungan mikroflora usus, sekresi mukosa, dan enzim pencernaan.
Penurunan keasaman lambung pada infeksi shigella terbukti dapat menyebabkan serangan infeksi yang lebih berat dan menyebabkan kepekaan lebih tinggi terhadap infeksi oleh V. cholera. Hipomotilitas usus pada infeksi usus memperlama waktu diare dan gejala penyakit, serta mengurangi absorbsi elektrolit, tambahan lagi akan mengurangi kecepatan eliminasi sumber infeksi. Peran imunitas dibuktikan dengan didapatkannya frekuensi pasien giardiasis pada mereka yang kekurangan IgA, demikian pula diare yang terjadi pada penderita HIV/AIDS karena gangguan imunitas. Percobaan lain membuktikan bahwa bila lumen usus dirangsang oleh suatu toksoid berulang kali, akan terjadi sekresi antibodi.
Faktor kausal yang mempengaruhi patogenesis antara lain adalah daya lekat dan penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan di usus halus. Kuman tersebut dapat membentuk koloni-koloni yang juga dapat menginduksi diare.
Patogenesis diare yang disebabkan infeksi bakteri diklasifikasikan menjadi:
1.    Infeksi Non-Invasi
Diare yang disebabkan oleh bakteri non invasif disebut juga diare sekretorik atau watery diarrhea. Pada diare tipe ini disebabkan oleh bakteri yang memproduksi enterotoksin yang bersifat tidak merusak mukosa. Bakteri non invasi misalnya V. cholera non 01, V. cholera 01 atau 0139, Enterotoksigenik E. coli (ETEC), C. perfringens, Stap. aureus, B. cereus, Aeromonas spp., V. cholera eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi dan enterotoksin ini mengakibatkan kegiatan yang berlebihan Nikotinamid Adenin Dinukleotid pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar adenosin 3′,5′-siklik mono phospat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida kedalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium dan kalium.
Namun demikian mekanisme absorbsi ion Na melalui mekanisme pimpa Na tidak terganggi, karena itu keluarnya ion Cl- (disertai ion HCO3-, H2O, Na+ dan K+) dapat dikompensasi oleh meningkatnya absorbsi ion Na (diiringi oleh H2O, K+, HCO3-, dan Cl-). Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorbsi secara aktif oleh dinding sel usus. Glukosa tersebut diserap bersama air, sekaligus diiringi oleh ion Na+, K+, Cl- dan HCO3-. Inilah dasar terapi oralit per oral pada kolera.
Secara klinis dapat ditemukan diare berupa air seperti cucian beras dan keluar secara deras dan banyak (voluminous). Keadaan ini disebut sebagai diare sekretorik isotonik voluminial (watery diarrhea).
ETEC mengeluarkan 2 macam enterotoksin ialah labile toxin (LT) dan stable toxin (ST). LT bekerja secara cepat terhadap mukosa usus halus tetapi hanya memberikan stimulasi yang terbatas terhadap enzim adenilat siklase. Dengan demikian jelas bahwa diare yang disebabkan E. coli lebih ringan dibandingkan diare yang disebabkan V. cholerae.
Clostridium perfringens (tipe A) yang sering menyebabkan keracunan makanan menghasilkan enterotoksin yang bekerja mirip enterotoksin kolera yang menyebabkan diare yang singkat dan dahsyat.
1.    Infeksi Invasif
Diare yang disebabkan bakteri enterovasif disebut sebagai diare Inflammatory. Bakteri invasif misalnya: Enteroinvasive E. coli (EIEC), Salmonella spp., Shigella spp., C. jejuni, V. parahaemolyticus, Yersinia, C. perfringens tipe C, Entamoeba histolytica, P. shigelloides, C. difficile, Campylobacter spp. Diare terjadi disebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diarena sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur dengan lendir dan darah. Walau demikian infeksi oleh kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai suatu diare sekretorik. Pada pemerksaan tinja biasanya didapatkan sel-sel eritrosit dan leukosit.
Manifestasi Klinis
Penularan diare akut karena infeksi melalui transmisi fekal oral langsung dari penderita diare atau melalui makanan/minuman yang terkontaminasi bakteri patogen yang berasal dari tinja manusia/hewan atau bahan muntahan penderita. Penularan dapat juga berupa transmisi dari manusia ke manusia melalui udara (droplet infection) misalnya: rota virus, atau melalui aktivitas seksual kontak oral-genital atau oral-anal.
Diare akut karena infeksi bakteri yang mengandung/produksi toksin akan menyebabkan diare sekretorik (watery diarrhea) dengan gejala-gejala: mual, muntah, dengan atau tanpa demam yang umumnya ringan disertai atau tanpa nyeri/kejang perut, dengan feses lembek/cair. Umumnya gejala diare sekretorik timbul dalam beberapa jam setelah makan atau minuman yang terkontaminasi.
Diare sekretorik yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang akan merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit turun, serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Sedangkan kehilangan bikarbonas, menyebabkan perbandingan bikarbonas dan asam karbonas berkurang yang menyebabkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi napas menjadi lebih cepat dari biasa (pernapasan Kussmaul). Reaksi ini adalah usaha badan untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH darah dapat kembali normal. Gangguan kardiovaskular pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan denga tanda-tanda denyut nadi yang cepat lebih dari 120x/mnt, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung eksterimitas dingin, dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium, pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dengan sangat dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.
Sedangkan keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pada pembagian darah dengan pemusatan darah yang lebih banyak dalam sirkkulasi paru-paru. Observasi ini penting sekali karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.
Bakteri yang invasif akan menyebabkan diare yang disebut sebagai diare inflamasi dengan gejala mual, muntah dan demama yang tinggi, disertai nyeri perut, tenesmus, diare disertai darah dan lendir.
Pada diare akut karena infeksi, dugaan terhadap bakteri penyebab dapat diperkirakan berdasarkan anamnesis makanan atau minuman dalam beberapa jam atau hari terakhir, dan anamnesis/observasi bentuk diare. ( Lihat tabel 1)
Yersinia dapat menginvasi mukosa ileum terminalis dan kolon bagian proksimal, dengan nyeri abdomen disertai nyeri tekan di regio titik Mc.Burney dengan gejala seperti apendisitis akut.
Diare akut karena infeksi dapat disertai gejala-gejala sistemik lainnya seperti Reiter’s syndrome (arthritis, uretritis, dan konjungtivitis) yang dapat disebabkan oleh Salmonella, Campylobacter, Shigella, dan Yersinia. Shigella dapat menyebabkan hemolytic-uremic syndrome. Diare akut dapat juga sebagai gejala utama beberapa infeksi sistemik antara lain hepatitis virus akut, listeriosis, legionellosis, dan toksik renjatan sindrom.
Tabel 1. Epidemi Diare Akut
Sarana
Bakteri Patogen
Air
Vibrio cholerae, Norwalk agent, Giardia, Cryptospordium (termasuk makanan yang dicuci dengan air tersebut).
Makanan
Unggas
Salmonella, Campylobacter, dan Shigella spp.
Sapi, juice buah yg tidak dipasteurisasi
Enterohemoragic escherichia coli
Babi
Cacing pita (tape worm)
Sea food dan kerang
V. cholerae non 01, V. parahaemolyticus; vibrio spp, Salmonella spp., Aeromonas spp, Hepatitis A,B,C.
Keju, susu
Listeria spp.
Telur
Salmonella spp.
Mayoinase + makanan & cream
Staphylococcus dan Clostridium
Nasi goreng
Bacillus cereus
Berrie segar
Cycklospora spp.
Sayuran atau buah-buahan kaleng
Clostridium spp.
Kecambah
Enterohemorrhagic E. coli dan Salmonella spp.
Lingkungan
Hewan ke manusia
Salmonella, Campylobacter, Cryptosporodium, Giardia spp.
Manusia ke manusia (termasuk seksual kontak)
Semua bakteri enterik, virus, parasit.
Rumah sakit/antibiotik
C. difficile
Kolam renang
Giardia dan Crytosporodium spp.
Wisatawan asing
E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Giardia, Entamoeba histolytica.
Pemeriksaan Penunjang
  • Darah
- Darah perifer lengkap
- Ureum, kreatinin
- Serum elektrolit: Na+, K+, Cl-
- Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan keseimbangan asam basa (pernafasan Kussmaull)
- Immunoassay: toksin bakteri (C. difficile), antigen virus (rotavirus), antigen protozoa (Giardia, E. histolytica)
  • Feses
- Feses lengkap (mikroskopis: peningkatan jumlah lekosit di feses pada inflamatory diarrhea; parasit: amoeba bentuk tropozoit)
Pemeriksaan penunjang diperlukan dalam penatalaksanaan diare akut karena infeksi, karena dengan tata cara pemeriksaan yang terarah akan sampai pada terapi definitif.
Diagnosis
Diare akut karena infeksi dapat ditegakkan diagnostik etiologi bila anamnesis, manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang menyokongya.
Beberapa petunjuk anamnesis yang mungkin dapat membantu diagnosis:
1.    Bentuk feses (watery diarrhea atau inflammatory diare)
2.    Makanan dan minuman 6-24 jam terakhir yang dimakan/minum oleh penderita.
3.    Adakah orang lain sekitarnya menderita hal serupa, yang mungkin oleh karena keracunan makanan atau pencemaran sumber air.
4.    Dimana tempat tinggal penderita.
5.    Pola kehidupan seksual.
Umumnya diare akut besifat ringan dan merupakan self-limited disease. Indikasi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu diare berat disertai dehidrasi, tampak darah pada feses, panas > 38,5o C diare > 48 jam tanpa tanda-tanda perbaikan, kejadian luar biasa (KLB). Nyeri perut hebat pada penderita berusia > 50 tahun, penderita usia lanjut > 70 tahun, dan pada penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas:
1.    Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan
2.    Memberikan terapi simptomatik
3.    Memberikan terapi definitif
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan
Ada hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu:
Jenis cairan yang hendak digunakan. Pada saat ini cairan RL merupakan cairan pilihan karena tersedia cukup banyak di pasaran, meskipun jumlah kaliumnya lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar kalium cairan tinja.
Apabila tidak tersedia cairan ini, boleh diberkan cairan NaCl isotonik. Sebaiknya ditambahkan satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap satu liter infus NaCl isotonik. Asidosis akan dapat diatasi dalam 1-4 jam. Pada keadaan diare akut awal yang ringan, tersedia di pasaran cairan/bubuk oralit, yang dapat diminum sebagai usaha awal agar tidak terjadi rehidrasi dengan berbagai akibatnya.
Jumlah cairan yang hendak diberikan. Pada prinsipnya jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai cara:
  • BJ Plasma dengan memakai rumus:
Kebutuhan cairan:
BJ Plasma – 1.025 x BB (Kg) x 4 ml
0.001
  • Metode Pierce berdasarkan kriteria klinis:
- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB
- Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB
- Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB
  • Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberikan penilaian/skor sebagai berikut:
Pemeriksaan
Skor
Rasa haus/muntah
1
Suara serak
2
Kesadaran apatis
1
Kesadaran somnolen, sopor atau koma
2
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg
1
Tekanan darah sistolik < 60 mmHg
2
Frekwensi Nadi > 120 x/menit
1
Frekwensi nafas > 30 x/menit
1
Turgor kulit menurun
1
Facies cholerica/wajah keriput
2
Ekstremitas dingin
1
Washer’s woman’s hand
1
Sianosis
2
Umur 50-60 tahun
-1
Umur > 60 tahun
-2
Kebutuhan cairan = Skor x 10% x BB (Kg) x 1 Liter
15
Jalan masuk atau cara pemberian cairan. Pemberian cairan pada orang dewasa dapat melalui oral dan intravena. Untuk pemberian per oral diberikan larutan oralit yang komposisinya berkisar antara 20 gr glukosa, 3.5 gr NaCl, 2.5 gr Na bikarbonat dan 1.5 gr KCl per liter air. Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking soda, dan 2 – 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Cairan per oral juga digunakan untuk mempertahankan hidrasi setelah rehidrasi inisial.
Jadwal pemberian cairan. Untuk jadwal rehidrasi inisial yang dihitung dengan rumus BJ plasma atau sistem skor Daldiyono diberikan dalam waktu 2 jam. Tujuannya jelas agar tercapai rehidrasi optimal secepat mungkin. Jadwal pemberian cairan tahap kedua yakni untuk jam ke-3, didasarkan kepada kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya, rehidrasi diharapkan lengkap pada akhir jam ke-3.
2. Memberikan terapi simptomatik
  • Obat anti diare:
a. Kelompok antisekresi selektif
Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzimenkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini tersedia di bawah nama Hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru anti diare yang dapat pula digunakan lebih aman pada anak.
b. Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.
c. Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.
d. Zat Hidrofilik
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.
  • Probiotik
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.
3. Memberikan terapi definitif
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada: pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised. Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi:
- V. kolera El Tor: Tetrasiklin 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau kortimoksazol dosis awal 2 x 3 tab, kemudian 2 x 2 tab selama 6 hari atau kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 7 hari atau golongan Fluoroquinolon.
- ETEC: Trimetoprim-Sulfametoksazole atau Kuinolon selama 3 hari.
- S. aureus: Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr
- Salmonella Typhi: Obat pilihan Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 2 minggu atau Sefalosporin generasi 3 yang diberikan secara IV selama 7-10 hari, atau Ciprofloksasin 2 x 500 mg selama 14 hari.
- Salmonella non Typhi: Trimetoprim-Sulfametoksazole atau ciprofloxacin atau norfloxacin oral 2 kali sehari selama 5 – 7 hari.
- Shigellosis: Ampisilin 4 x 1 g/hr atau Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 5 hari.
- Helicobacter jejuni (C. jejuni): Eritromisin, dewasa: 3 x 500 mg atau 4 x 250 mg, anak: 30-50 mg/kgBB/hr dalam dosis terbagi selama 5-7 hari atau Ciprofloxacin 2 x 500 mg/hr selama 5-7 hari.
- Amoebiasis: 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau Tinidazol dosis tunggal 2 g/hr selama 3 hari.
- Giardiasis: Quinacrine 3 x 100 mg/hr selama 1 minggu atau Chloroquin 3 x 100 mg/hr selama 5 hari.
- Balantidiasis: Tetrasiklin 3 x 500 mg/hr selama 10 hari
- Virus: simptomatik dan suportif.
Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal.
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi.
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.
Prognosis
Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalits berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.
Pencegahan
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia. Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air.Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi.
Limbah manusia atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.
Kesimpulan
Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang maupun negara maju. Sebagian besar bersifat self limitingsehingga hanya perlu diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan gejala diare akut karena infeksi bakteri dapat diberikan terapi antimikrobial secara empirik, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan terapi spesifik sesuai dengan hasil kultur. Pengobatan simtomatik dapat diberikan karena efektif dan cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare akut infeksi bakteri baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan higiene dan sanitasi yang baik merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri.
Daftar Pustaka
1.    Ahlquist David A, Camilleri M. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 15th edition. Braunwald, Fauci, Kasper et all (Editor). 2001.
2.    Hendarwanto. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sarwono WP (Editor), Balai Penerbit UI, 2000.
3.    Naskah lengkap penyakit dalam. Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2007.
4.    Powel Don W: Approach to the patient with diarrhea. Dalam buku: Text book of Gastroenterology, 4th edition. Yamada T (Editor). Limphicot Williams & Wiekeins Philadelphia. USA. 2003.