Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gastroenteritis
Pengertian
·
Diare adalah buang
air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak
dari biasanya (normal 100 - 200 ml per jam tinja), dengan tinja
berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai
frekuensi defekasi yang meningkat (Mansjoer, Arif., et
all. 1999).
·
Diare adalah buang
air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari (
WHO, 1980),
·
Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang
memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et
all.1996).
·
Gastroenteritis
diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang
encer dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965).
·
Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang
disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley
& Wong’s,1995).
·
Gastroenteritis
adalah kondisi dengan karakteristik adanya muntah dan diare yang disebabkan
oleh infeksi,alergi atau keracunan zat makanan (
Marlenan Mayers,1995 ).
Jadi dari keempat pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan
bahwa gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang
memberikan gejala diare dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya yang
disebabkan oleh bakteri,virus dan parasit yang patogen.
Patofisiologi
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris, VirusNorwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter,
Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia,
Cryptosporidium). Beberapa
mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi
enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding
usus pada gastroenteritis akut.
Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu
klien ke klien yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen
dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga
usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga
usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu
menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi
air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan mutilitas usus
yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu
sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan
gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hipokalemia), gangguan gizi (intake
kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.
Gejala Klinis
a. Diare.
b. Muntah.
c. Demam.
d. Nyeri abdomen
e. Membran mukosa mulut dan bibir kering
f. Fontanel cekung
g. Kehilangan berat badan
h. Tidak nafsu makan
i. Badan terasa lemah
Komplikasi
a. Dehidrasi
b. Renjatan hipovolemik
c. Kejang
d. Bakterimia
e. Mal nutrisi
f. Hipoglikemia
g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
Tingkat Dehidrasi Gastroenteritis
a. Dehidrasi Ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran
klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, klien belum jatuh pada keadaan
syok.
b. Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran
klinik turgor kulit jelek, suara serak, presyok nadi cepat dan dalam.
c. Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari berat badan dengan gambaran
klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun,
apatis sampai koma, otot-otot kaku
sampai sianosis.
Penatalaksanaan Medis
a. Pemberian cairan.
b. Diatetik : pemberian makanan
dan minuman khusus pada klien dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan
adapun hal yang perlu diperhatikan :
·
Memberikan asi.
·
Memberikan bahan
makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang
bersih.
c. Obat-obatan.
Pemberian cairan, pada klien Diare dengan memperhatikan derajat
dehidrasinya dan keadaan umum
a. Cairan per oral.
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan
peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk
Diare akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar
natrium 50-60 Meq/l dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula )
atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk
pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih
lanjut.
b. Cairan parenteral.
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung
dari berat badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan
cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
1. Dehidrasi ringan.
1jam pertama 25 – 50 ml / Kg BB / hari, kemudian 125 ml / Kg BB
/ oral
2. Dehidrasi sedang.
1jam pertama 50 – 100 ml / Kg BB / oral, kemudian 125 ml / kg BB
/ hari.
3. Dehidrasi berat.
Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3 – 10 kg
· 1 jam pertama : 40 ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg BB / menit
(infus set 1 ml = 15 tetes atau 13 tetes / kg BB / menit.
· 7 jam berikutnya 12 ml / kg BB / jam = 3 tetes / kg BB / menit
( infus set 1 ml = 20 tetes ).
· 16 jam berikutnya 125 ml / kg BB oralit per oral bila anak mau
minum,teruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3 tetes / kg
BB / menit.
Untuk anak lebih dari 2 – 5 tahun dengan berat badan 10 – 15 kg.
- 1 jam pertama 30 ml / kg BB / jam atau 8 tetes / kg BB / menit
( infus set 1 ml = 15 tetes ) atau 10 tetes / kg BB / menit ( 1 ml = 20 tetes
).
- 7 jam kemudian 127 ml / kg BB oralit per oral,bila anak tidak
mau minum dapat diteruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3
tetes / kg BB / menit.
Untuk anak lebih dari 5 – 10 tahun dengan berat badan 15 – 25
kg.
-1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit
( infus set 1 ml = 20 tetes ).
-16 jam berikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral.
c. Diatetik ( pemberian makanan ).
Terapi diatetik adalah pemberian makan dan minum khusus kepada
klien dengan tujuan meringankan, menyembuhkan serta menjaga kesehatan klien.
Hal – hal yang perlu diperhatikan :
·
· Memberikan Asi.
·
· Memberikan bahan
makanan yang mengandung cukup kalori,protein,mineral dan vitamin, makanan harus
bersih.
d. Obat-obatan.
· Obat anti sekresi.
· Obat anti spasmolitik.
· Obat antibiotik.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium.
· Pemeriksaan tinja.
· Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah
astrup, bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah
atau astrup, bila memungkinkan.
· Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui fungsi
ginjal.
b. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kuantitatif,
terutama dilakukan pada klien diare kronik.
Tumbuh Kembang Anak
Berdasarkan pengertian yang didapat,penulis menguraikan tentang
pengertian dari pertumbuhan adalah berkaitan dengan masa pertumbuhan dalam
besar, jumlah, ukuran atau dengan dimensi tentang sel organ individu, sedangkan
perkembangan adalah menitik beratkan pada aspek perubahan bentuk atau fungsi
pematangan organ individu termasuk perubahan aspek dan emosional.
Anak adalah merupakan makhluk yang unik dan utuh, bukan
merupakan miniatur orang dewasa, atau kekayaan orang tua yang nilainya dapat
dihitung secara ekonomi.
Tujuan keperawatan anak adalah meningkatkan maturasi yang sehat
bagi anak, baik secara fisik, intelektual dan emosional secara sosial dan
konteks keluarga dan masyarakat.
Tumbuh kembang pada bayi usia 6 bulan.
a. Motorik halus.
1. Mulai belajar meraih benda-benda yang ada didalam jangkauan
ataupun diluar.
2. Menangkap objek atau benda-benda dan menjatuhkannya
3. Memasukkan benda kedalam mulutnya.
4. Memegang kaki dan mendorong ke arah mulutnya.
5. Mencengkram dengan seluruh telapak tangan.
b. Motorik kasar.
1. Mengangkat kepala dan dada sambil bertopang tangan.
2. Dapat tengkurap dan berbalik sendiri.
3. Dapat merangkak mendekati benda atau seseorang.
c. Kognitif.
a. Berusaha memperluas lapangan.
b. Tertawa dan menjerit karena gembira bila diajak bermain.
c. Mulai mencari benda-benda yang hilang.
d. Bahasa.
Mengeluarkan suara ma.. pa.. ba.. walaupun kita berasumsi ia
sudah dapat memanggil kita, tetapi sebenarnya ia sama sekali belum mengerti.
Dampak Hospitalisasi terhadap Anak
a. Separation ansiety
b. Tergantung pada orang tua
c. Stress bila berpisah dengan orang yang berarti
d. Tahap putus asa : berhenti menangis, kurang aktif, tidak mau
makan, main, menarik diri, sedih, kesepian dan apatis
e. Tahap menolak : Samar-samar seperti menerima perpisahan,
menerima hubungan dengan orang lain dan menyukai lingkungan
Pengkajian Keperawatan
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa
data dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,
observasi, pemeriksaan fisik. Pengkaji data menurut Cyndi Smith Greenberg, 1992
adalah :
1. Identitas klien.
2. Riwayat keperawatan.
· Awalan serangan : Awalnya anak cengeng,gelisah,suhu tubuh
meningkat,anoreksia kemudian timbul diare.
· Keluhan utama : Faeces semakin cair,muntah,bila kehilangan
banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Pada
bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir
mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi
encer.
3. Riwayat kesehatan masa lalu.
Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.
4. Riwayat psikososial keluarga.
Hospitalisasi akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun
bagi keluarga, kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur dan
pengobatan anak, setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan bereaksi
dengan marah dan merasa bersalah.
5. Kebutuhan dasar.
· Pola eliminasi : akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari
4 kali sehari, BAK sedikit atau jarang.
· Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anopreksia,
menyebabkan penurunan berat badan pasien.
· Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi
abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
· Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya.
· Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan
adanya nyeri akibat distensi abdomen.
6. Pemerikasaan fisik.
a. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah, kesadaran
composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah, pernapasan agak
cepat.
b. Pemeriksaan sistematik :
· Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut
dan bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan.
· Perkusi : adanya distensi abdomen.
· Palpasi : Turgor kulit kurang elastis
· Auskultasi : terdengarnya bising usus.
c. Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang.
d. Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi
sehingga berat badan menurun.
e. Pemeriksaan penunjang.
f.Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan duodenum intubation yaitu
untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.
Diagnosa Keperawatan GE
1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual dan muntah.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi,
frekwensi BAB yang berlebihan.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi
abdomen.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang penyakit, prognosis dan pengobatan.
6. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,
prosedur yang menakutkan.
Intervensi
Diagnosa 1.
Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
Tujuan :
Devisit cairan dan elektrolit teratasi
Kriteria hasil:
Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab,
balan cairan seimbang
Intervensi :
Observasi tanda-tanda vital. Observasi tanda-tanda dehidrasi.
Ukur input dan output cairan (balan cairan). Berikan dan anjurkan keluarga
untuk memberikan minum yang banyak kurang lebih 2000 – 2500 cc per hari.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi cairan, pemeriksaan lab
elektrolit. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.
Diagnosa 2.
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubuingan dengan mual dan muntah.
Tujuan :
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi
Kriteria hasil :
Intake nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi yang
disediakan, mual, muntah tidak ada.
Intervensi :
Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi. Timbang
berat badan klien. Kaji faktor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi. Lakukan
pemeriksaan fisik abdomen (palpasi, perkusi, dan auskultasi). Berikan diet
dalam kondisi hangat dan porsi kecil tapi sering. Kolaborasi dengan tim gizi
dalam penentuan diet klien.
Diagnosa 3.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan iritasi, frekwensi
BAB yang berlebihan.
Tujuan :
Gangguan integritas kulit teratasi
Kriteria hasil :
Integritas kulit kembali normal, iritasi tidak ada, tanda-tanda
infeksi tidak ada
Intervensi :
Ganti popok anak jika basah. Bersihkan bokong secara perlahan
menggunakan sabun non alkohol. Beri zalp seperti zinc oxsida bila terjadi
iritasi pada kulit. Observasi bokong dan perineum dari infeksi. Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian therapi antifungi sesuai indikasi.
Diagnosa 4.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
Tujuan :
Nyeri dapat teratasi
Kriteria hasil :
Nyeri dapat berkurang / hilang, ekspresi wajah tenang
Intervensi :
Observasi tanda-tanda vital. Kaji tingkat rasa nyeri. Atur
posisi yang nyaman bagi klien. Beri kompres hangat pada daerah abdomen.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi analgetik sesuai indikasi.
Diagnosa 5.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang penyakit, prognosis dan pengobatan.
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil :
Keluarga klien mengerti dengan proses penyakit klien, ekspresi
wajah tenang, keluarga tidak banyak bertanya lagi tentang proses penyakit
klien.
Intervensi :
Kaji tingkat pendidikan keluarga klien. Kaji tingkat pengetahuan
keluarga tentang proses penyakit klien. Jelaskan tentang proses penyakit klien
dengan melalui pendidikan kesehatan. Berikan kesempatan pada keluarga bila ada
yang belum dimengertinya. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada
klien.
Diagnosa 6.
Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, prosedur
yang menakutkan.
Tujuan :
Klien akan memperlihatkan penurunan tingkat kecemasan
Intervensi :
Kaji tingkat kecemasan klien. Kaji faktor pencetus cemas. Buat
jadwal kontak dengan klien. Kaji hal yang disukai klien. Berikan mainan sesuai
kesukaan klien. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan. Anjurkan pada keluarga
untuk selalu mendampingi klien.
Evaluasi
1. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh.
3. Integritas kulit kembali normal.
4. Rasa nyaman terpenuhi.
5. Pengetahuan kelurga meningkat.
6. Cemas pada klien teratasi.
Daftar Pustaka
Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi
Keperawatan. Ed. 2 Jakarata : EGC
Dongoes (2000). Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta : EGC
Makalah Kuliah . Tidak diterbitkan.
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran.
Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
Pitono Soeparto, dkk. (1997). Gastroenterologi Anak. Surabaya :
GRAMIK FK Universitas Airlangga.
Price, Anderson Sylvia. (1997) Patofisiologi. Ed. I. Jakarata :
EGC.
Diare Akut Karena Infeksi
Pendahuluan
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk
cair atau setengah cair setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Menurut WHO (1980) diare adalah
buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Buang air besar
encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.
Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan
berlangsung kurang dari 14 hari. Menurut World
Gastroenterology Organization global guidelines 2005, diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang
cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14
hari. Sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang
terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan virus, bakteri,
dan parasit.
Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan,
tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare
masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak
dalam waktu yang singkat.
Dinegara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan
ekonomi masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi
masalah kesehatan. Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi setiap
tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek umum menderita diare
infeksi. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh karena foodborne infections dan waterborne infections yang
disebabkan bakteri Salmonella spp,
Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium
perfringens danEnterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC).
Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar
3 juta penduduk setiap tahun. Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7
kali setiap tahunnya di banding di negara berkembang lainnya mengalami serangan
diare 3 kali setiap tahun.
Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri
yang datang kerumah sakit dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang,
Medan, Denpasar, Pontianak, Makasar dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001
penyebab terbanyak adalah Vibrio
cholerae 01, diikutidengan Shigella spp, Salmonella spp, V. Parahaemoliticus,
Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-01, dan Salmonella
paratyphi A.
Epidemiologi
Pada tahun 1995 diare akut karena infeksi sebagai penyebab
kematian pada lebih dari 3 juta penduduk dunia. Kematian karena diare akur
dinegara berkembang terjadi terutama pada anak-anak berusia kurang dari 5
tahun, dimana dua pertiga diantaranya tinggal didaerah/lingkungan yang buruk,
kumuh dan padat dengan sistem pembuangan sampah yang tidak memenuhi sarat,
keterbatasan air bersih dalam jumlah maupun distribusinya, kurangnya sumber
bahan makanan disertai cara penyimpanan yang tak memenuhi syarat, tingkat
pendidikan yang rendah serta kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan.
Di Amerika Serikat dengan perbaikan sanitasi dan tingkat
pendidikan, prevalensi diare karena infeksi berkurang. Dara dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menunjukkan bahwa infeksi karena Salmonella, Shigella, Listeria, Escherichia coli, dan Yersiniaberkurang berkisar 20-30% berkat perhatian atas kebersihan dan
keamanan makanan. Sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data
menunjukkan diare akut karena infeksi masih menduduki peringkat pertama sampai
dengan keempat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit.
Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati
pasien diare akut yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman
terkontaminasi, berpergian, penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS,
merupakan petunjuk penting dalam mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk
diare infeksi.
Etiologi
Lebih dari 90% diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan
sekitar 10% karena sebab-sebab lain antara lain obat-obatan, bahan-bahan
toksik, iskemik dan sebagainya.
Diare akut karena infeksi dapat ditimbulkan oleh:
1. Bakteri
Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A/B/C,
Salmonella spp, Shigella dysentriae, Shigella flexneri, Vibrio cholerae 01 dan
0139, Vibrio cholera non 01, Vibrio parachemolyticus, Clostridium perfringens,
Campylobacter (Helicobacter) jejuni, Staphlyllococcus spp, Streptococcus spp,
Yersinia intestinalis, Coccidosis.
1. Parasit
Protozoa: Entamoeba
hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis, Isospora sp. Cacing: A.
lumbricoides, A. duodenale, N. americanus, T. trichiura, O. vermicularis, T.
saginata, T. sollium.
1. Virus
Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus.
Pola mikro organisme penyebab diare akut berbeda-beda
berdasarkan umur, tempat dan waktu. Di negara maju penyebab paling sering
Norwalk virus, Helicobacter jejuni, Salmonella sp, Clostridium difficile,
sedangkan penyebab paling sering di negara berkembang adalah Enterotoxicgenic
Escherichia coli (ETEC), Rota virus dan V. cholerae.
Patofisiologi
Sebanyak sekitar 9-10 liter cairan memasuki saluran cerna setiap
harinya, berasal dari luar (diet) dan dari dalam tubuh kita (sekresi cairan
lambung, empedu dan sebagainya). Sebagian besar (75-85%) dari jumlah tersebut
akan diresorbsi kembali di usus halus dan sisanya sebanyak 1500 ml akan
memasuki usus besar. Sejumlah 90% dari cairan tersebut di usus besar akan
diresorbsi, sehingga tersisa jumlah 150-250 ml cairan yang akan ikut membentuk
tinja.
Faktor-faktor faali yang menyebabkan diare sangat erat
hubungannya satu sama lain, misalnya saja, cairan intra luminal yang meningkat
menyebabkan terangsangnya usus secara mekanisme meningkatnya volume, sehingga
motilitas usus meningkat. Sebaliknya bila waktu henti makanan di usus terlalu
cepat akan menyebabkan gangguan waktu penyentuhan makanan dengan mukosa usus
sehingga waktu penyerapan elektrolit, air dan zat-zat lain terganggu.
Patogenesis
Dua hal umum yang patut diperhatikan pada keadaan diare akut
karena infeksi adalah faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu
adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat
menimbulkan diare akut, terdiri atas faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan
intern traktus intestinalis seperti keasaman lambung, motilitas usus, imunitas
dan juga mencakup lingkungan mikroflora usus, sekresi mukosa, dan enzim
pencernaan.
Penurunan keasaman lambung pada infeksi shigella terbukti dapat
menyebabkan serangan infeksi yang lebih berat dan menyebabkan kepekaan lebih
tinggi terhadap infeksi oleh V. cholera. Hipomotilitas usus pada infeksi usus
memperlama waktu diare dan gejala penyakit, serta mengurangi absorbsi
elektrolit, tambahan lagi akan mengurangi kecepatan eliminasi sumber infeksi.
Peran imunitas dibuktikan dengan didapatkannya frekuensi pasien giardiasis pada
mereka yang kekurangan IgA, demikian pula diare yang terjadi pada penderita
HIV/AIDS karena gangguan imunitas. Percobaan lain membuktikan bahwa bila lumen
usus dirangsang oleh suatu toksoid berulang kali, akan terjadi sekresi
antibodi.
Faktor kausal yang mempengaruhi patogenesis antara lain adalah
daya lekat dan penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampan memproduksi
toksin yang mempengaruhi sekresi cairan di usus halus. Kuman tersebut dapat
membentuk koloni-koloni yang juga dapat menginduksi diare.
Patogenesis diare yang disebabkan infeksi bakteri
diklasifikasikan menjadi:
1. Infeksi Non-Invasi
Diare yang disebabkan oleh bakteri non invasif disebut juga
diare sekretorik atau watery diarrhea. Pada diare tipe ini disebabkan oleh
bakteri yang memproduksi enterotoksin yang bersifat tidak merusak mukosa.
Bakteri non invasi misalnya V. cholera non 01, V. cholera 01 atau 0139,
Enterotoksigenik E. coli (ETEC), C. perfringens, Stap. aureus, B. cereus,
Aeromonas spp., V. cholera eltor mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa
usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi dan enterotoksin ini mengakibatkan
kegiatan yang berlebihan Nikotinamid Adenin Dinukleotid pada dinding sel usus,
sehingga meningkatkan kadar adenosin 3′,5′-siklik mono phospat (siklik AMP) dalam
sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida kedalam lumen usus yang
diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium dan kalium.
Namun demikian mekanisme absorbsi ion Na melalui mekanisme pimpa
Na tidak terganggi, karena itu keluarnya ion Cl- (disertai ion HCO3-,
H2O, Na+ dan K+) dapat dikompensasi oleh meningkatnya absorbsi
ion Na (diiringi oleh H2O, K+, HCO3-,
dan Cl-). Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan
glukosa yang diabsorbsi secara aktif oleh dinding sel usus. Glukosa tersebut
diserap bersama air, sekaligus diiringi oleh ion Na+, K+,
Cl- dan HCO3-. Inilah dasar terapi oralit per
oral pada kolera.
Secara klinis dapat ditemukan diare berupa air seperti cucian
beras dan keluar secara deras dan banyak (voluminous). Keadaan ini disebut
sebagai diare sekretorik isotonik voluminial (watery diarrhea).
ETEC mengeluarkan 2 macam enterotoksin ialah labile toxin (LT)
dan stable toxin (ST). LT bekerja secara cepat terhadap mukosa usus halus
tetapi hanya memberikan stimulasi yang terbatas terhadap enzim adenilat
siklase. Dengan demikian jelas bahwa diare yang disebabkan E. coli lebih ringan
dibandingkan diare yang disebabkan V. cholerae.
Clostridium perfringens (tipe A) yang sering menyebabkan
keracunan makanan menghasilkan enterotoksin yang bekerja mirip enterotoksin
kolera yang menyebabkan diare yang singkat dan dahsyat.
1. Infeksi Invasif
Diare yang disebabkan bakteri enterovasif disebut sebagai diare
Inflammatory. Bakteri invasif misalnya: Enteroinvasive E. coli (EIEC),
Salmonella spp., Shigella spp., C. jejuni, V. parahaemolyticus, Yersinia, C.
perfringens tipe C, Entamoeba histolytica, P. shigelloides, C. difficile,
Campylobacter spp. Diare terjadi disebabkan kerusakan dinding usus berupa
nekrosis dan ulserasi. Sifat diarena sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat
bercampur dengan lendir dan darah. Walau demikian infeksi oleh kuman-kuman ini
dapat juga bermanifestasi sebagai suatu diare sekretorik. Pada pemerksaan tinja
biasanya didapatkan sel-sel eritrosit dan leukosit.
Manifestasi Klinis
Penularan diare akut karena infeksi melalui transmisi fekal oral
langsung dari penderita diare atau melalui makanan/minuman yang terkontaminasi
bakteri patogen yang berasal dari tinja manusia/hewan atau bahan muntahan
penderita. Penularan dapat juga berupa transmisi dari manusia ke manusia
melalui udara (droplet infection) misalnya: rota virus, atau melalui aktivitas
seksual kontak oral-genital atau oral-anal.
Diare akut karena infeksi bakteri yang mengandung/produksi
toksin akan menyebabkan diare sekretorik (watery diarrhea) dengan
gejala-gejala: mual, muntah, dengan atau tanpa demam yang umumnya ringan
disertai atau tanpa nyeri/kejang perut, dengan feses lembek/cair. Umumnya
gejala diare sekretorik timbul dalam beberapa jam setelah makan atau minuman
yang terkontaminasi.
Diare sekretorik yang berlangsung beberapa waktu tanpa
penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan
cairan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi
berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang akan
merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang
pipi menonjol, turgor kulit turun, serta suara menjadi serak. Keluhan dan
gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Sedangkan kehilangan bikarbonas, menyebabkan perbandingan
bikarbonas dan asam karbonas berkurang yang menyebabkan penurunan pH darah.
Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi napas menjadi
lebih cepat dari biasa (pernapasan Kussmaul). Reaksi ini adalah usaha badan
untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH darah dapat kembali normal. Gangguan
kardiovaskular pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan denga
tanda-tanda denyut nadi yang cepat lebih dari 120x/mnt, tekanan darah menurun
sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung
eksterimitas dingin, dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium, pada diare
akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun
dengan sangat dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi
akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang dapat
mengakibatkan gagal ginjal akut.
Sedangkan keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan
terjadi kepincangan pada pembagian darah dengan pemusatan darah yang lebih
banyak dalam sirkkulasi paru-paru. Observasi ini penting sekali karena dapat
menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena
tanpa alkali.
Bakteri yang invasif akan menyebabkan diare yang disebut sebagai
diare inflamasi dengan gejala mual, muntah dan demama yang tinggi, disertai
nyeri perut, tenesmus, diare disertai darah dan lendir.
Pada diare akut karena infeksi, dugaan terhadap bakteri penyebab
dapat diperkirakan berdasarkan anamnesis makanan atau minuman dalam beberapa
jam atau hari terakhir, dan anamnesis/observasi bentuk diare. ( Lihat tabel 1)
Yersinia dapat menginvasi mukosa ileum terminalis dan kolon
bagian proksimal, dengan nyeri abdomen disertai nyeri tekan di regio titik
Mc.Burney dengan gejala seperti apendisitis akut.
Diare akut karena infeksi dapat disertai gejala-gejala sistemik
lainnya seperti Reiter’s syndrome (arthritis, uretritis, dan konjungtivitis)
yang dapat disebabkan oleh Salmonella, Campylobacter, Shigella, dan Yersinia.
Shigella dapat menyebabkan hemolytic-uremic syndrome. Diare akut dapat juga
sebagai gejala utama beberapa infeksi sistemik antara lain hepatitis virus
akut, listeriosis, legionellosis, dan toksik renjatan sindrom.
Tabel 1. Epidemi Diare Akut
Sarana
|
Bakteri
Patogen
|
Air
|
Vibrio cholerae, Norwalk agent,
Giardia, Cryptospordium (termasuk makanan yang dicuci dengan air tersebut).
|
Makanan
|
|
Unggas
|
Salmonella, Campylobacter, dan
Shigella spp.
|
Sapi, juice buah yg tidak
dipasteurisasi
|
Enterohemoragic escherichia coli
|
Babi
|
Cacing pita (tape worm)
|
Sea food dan kerang
|
V. cholerae non 01, V.
parahaemolyticus; vibrio spp, Salmonella spp., Aeromonas spp, Hepatitis
A,B,C.
|
Keju, susu
|
Listeria spp.
|
Telur
|
Salmonella spp.
|
Mayoinase + makanan & cream
|
Staphylococcus dan Clostridium
|
Nasi goreng
|
Bacillus cereus
|
Berrie segar
|
Cycklospora spp.
|
Sayuran atau buah-buahan kaleng
|
Clostridium spp.
|
Kecambah
|
Enterohemorrhagic E. coli dan
Salmonella spp.
|
Lingkungan
|
|
Hewan ke manusia
|
Salmonella, Campylobacter,
Cryptosporodium, Giardia spp.
|
Manusia ke manusia (termasuk
seksual kontak)
|
Semua bakteri enterik, virus,
parasit.
|
Rumah sakit/antibiotik
|
C. difficile
|
Kolam renang
|
Giardia dan Crytosporodium spp.
|
Wisatawan asing
|
E. coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Giardia, Entamoeba histolytica.
|
Pemeriksaan Penunjang
- Darah perifer lengkap
- Ureum, kreatinin
- Serum elektrolit: Na+, K+, Cl-
- Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan
keseimbangan asam basa (pernafasan Kussmaull)
- Immunoassay: toksin bakteri (C. difficile), antigen virus
(rotavirus), antigen protozoa (Giardia, E. histolytica)
- Feses lengkap (mikroskopis: peningkatan jumlah lekosit di
feses pada inflamatory diarrhea; parasit: amoeba bentuk tropozoit)
Pemeriksaan penunjang diperlukan dalam penatalaksanaan diare
akut karena infeksi, karena dengan tata cara pemeriksaan yang terarah akan
sampai pada terapi definitif.
Diagnosis
Diare akut karena infeksi dapat ditegakkan diagnostik etiologi
bila anamnesis, manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang menyokongya.
Beberapa petunjuk anamnesis yang mungkin dapat membantu
diagnosis:
1. Bentuk feses (watery diarrhea atau inflammatory diare)
2. Makanan dan minuman 6-24 jam terakhir yang dimakan/minum oleh
penderita.
3. Adakah orang lain sekitarnya menderita hal serupa, yang mungkin
oleh karena keracunan makanan atau pencemaran sumber air.
4. Dimana tempat tinggal penderita.
5. Pola kehidupan seksual.
Umumnya diare akut besifat ringan dan merupakan self-limited
disease. Indikasi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu diare berat
disertai dehidrasi, tampak darah pada feses, panas > 38,5o C diare > 48 jam tanpa
tanda-tanda perbaikan, kejadian luar biasa (KLB). Nyeri perut hebat pada
penderita berusia > 50 tahun, penderita usia lanjut > 70 tahun, dan pada
penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa
terdiri atas:
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan
2. Memberikan terapi simptomatik
3. Memberikan terapi definitif
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan
Ada hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan
rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu:
Jenis cairan yang hendak digunakan. Pada
saat ini cairan RL merupakan cairan pilihan karena tersedia cukup banyak di
pasaran, meskipun jumlah kaliumnya lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar
kalium cairan tinja.
Apabila tidak tersedia cairan ini, boleh diberkan cairan NaCl
isotonik. Sebaiknya ditambahkan satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap
satu liter infus NaCl isotonik. Asidosis akan dapat diatasi dalam 1-4 jam. Pada
keadaan diare akut awal yang ringan, tersedia di pasaran cairan/bubuk oralit,
yang dapat diminum sebagai usaha awal agar tidak terjadi rehidrasi dengan
berbagai akibatnya.
Jumlah cairan yang hendak diberikan. Pada
prinsipnya jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang
keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai
cara:
- BJ
Plasma dengan memakai rumus:
Kebutuhan cairan:
BJ Plasma – 1.025 x BB (Kg) x 4 ml
0.001
- Metode
Pierce berdasarkan kriteria klinis:
- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB
- Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB
- Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB
- Metode
Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberikan penilaian/skor sebagai
berikut:
Pemeriksaan
|
Skor
|
Rasa haus/muntah
|
1
|
Suara serak
|
2
|
Kesadaran apatis
|
1
|
Kesadaran somnolen, sopor atau
koma
|
2
|
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg
|
1
|
Tekanan darah sistolik < 60
mmHg
|
2
|
Frekwensi Nadi > 120 x/menit
|
1
|
Frekwensi nafas > 30 x/menit
|
1
|
Turgor kulit menurun
|
1
|
Facies cholerica/wajah keriput
|
2
|
Ekstremitas dingin
|
1
|
Washer’s woman’s hand
|
1
|
Sianosis
|
2
|
Umur 50-60 tahun
|
-1
|
Umur > 60 tahun
|
-2
|
Kebutuhan cairan = Skor x 10% x BB (Kg) x 1 Liter
15
Jalan masuk atau cara pemberian cairan. Pemberian cairan pada orang dewasa dapat melalui oral dan
intravena. Untuk pemberian per oral diberikan larutan oralit yang komposisinya
berkisar antara 20 gr glukosa, 3.5 gr NaCl, 2.5 gr Na bikarbonat dan 1.5 gr KCl
per liter air. Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket
yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara
komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan
menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking soda, dan 2 – 4 sendok
makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk
mengganti kalium. Cairan per oral juga digunakan untuk mempertahankan hidrasi
setelah rehidrasi inisial.
Jadwal pemberian cairan. Untuk
jadwal rehidrasi inisial yang dihitung dengan rumus BJ plasma atau sistem skor
Daldiyono diberikan dalam waktu 2 jam. Tujuannya jelas agar tercapai rehidrasi
optimal secepat mungkin. Jadwal pemberian cairan tahap kedua yakni untuk jam
ke-3, didasarkan kepada kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan
rehidrasi inisial sebelumnya, rehidrasi diharapkan lengkap pada akhir jam ke-3.
2. Memberikan terapi simptomatik
a. Kelompok antisekresi selektif
Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya
secara luas racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzimenkephalinase sehingga enkephalin dapat
bekerja kembali secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari
elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal. Di
Indonesia saat ini tersedia di bawah nama Hidrasec sebagai generasi pertama
jenis obat baru anti diare yang dapat pula digunakan lebih aman pada anak.
b. Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta
kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah
15-60mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil 5mg 3 – 4 x
sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan
absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi
frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan
dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala
demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.
c. Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin,
kaolin, atau smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat
menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel
mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang
sekresi elektrolit.
d. Zat Hidrofilik
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla,
Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan
mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat mengurangi
kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari
dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila
mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang
positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat
penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan
dalam jumlah yang adekuat.
3. Memberikan terapi definitif
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada
diare akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari
tanpa pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada: pasien
dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah, leukosit
pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau
penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien
immunocompromised. Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi:
- V. kolera El Tor: Tetrasiklin 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau
kortimoksazol dosis awal 2 x 3 tab, kemudian 2 x 2 tab selama 6 hari atau
kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 7 hari atau golongan Fluoroquinolon.
- ETEC: Trimetoprim-Sulfametoksazole atau Kuinolon selama 3
hari.
- S. aureus: Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr
- Salmonella Typhi: Obat pilihan Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr
selama 2 minggu atau Sefalosporin generasi 3 yang diberikan secara IV selama
7-10 hari, atau Ciprofloksasin 2 x 500 mg selama 14 hari.
- Salmonella non Typhi: Trimetoprim-Sulfametoksazole atau
ciprofloxacin atau norfloxacin oral 2 kali sehari selama 5 – 7 hari.
- Shigellosis: Ampisilin 4 x 1 g/hr atau Kloramfenikol 4 x 500
mg/hr selama 5 hari.
- Helicobacter jejuni (C. jejuni): Eritromisin, dewasa: 3 x 500
mg atau 4 x 250 mg, anak: 30-50 mg/kgBB/hr dalam dosis terbagi selama 5-7 hari
atau Ciprofloxacin 2 x 500 mg/hr selama 5-7 hari.
- Amoebiasis: 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau Tinidazol dosis
tunggal 2 g/hr selama 3 hari.
- Giardiasis: Quinacrine 3 x 100 mg/hr selama 1 minggu atau
Chloroquin 3 x 100 mg/hr selama 5 hari.
- Balantidiasis: Tetrasiklin 3 x 500 mg/hr selama 10 hari
- Virus: simptomatik dan suportif.
Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi
utama, terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera
kehilangan cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang
cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia
dan asidosis metabolik.
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis,
sehingga syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka
dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal
multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan
tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal.
Haemolityc uremic Syndrome (HUS)
adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS
menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah
diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat
anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih
kontroversi.
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah
penyakit diare karena Campylobakter,
Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.
Prognosis
Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang
mendukung, dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare
infeksius hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal.
Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak
dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalits berhubungan dengan diare
infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 %
yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.
Pencegahan
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral,
penularannya dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini
termasuk sering mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama
mengolah makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan
hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia. Karena makanan dan air
merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan perhatian khusus. Minum
air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang digunakan
untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang
keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air,
harus direbus dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di
danau atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air.Semua buah dan
sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air rebusan,
saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi.
Limbah manusia atau hewan yang tidak diolah tidak dapat
digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging dan makanan
laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh
dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak
dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena
kotoran ternak.
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius,
tetapi efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini,
vaksin yang tersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera
parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan untuk
digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi imunitasnya
lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering
memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, hanya
memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin
tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4
kali dan memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.
Kesimpulan
Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara
berkembang maupun negara maju. Sebagian besar bersifat self limitingsehingga
hanya perlu diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan
gejala diare akut karena infeksi bakteri dapat diberikan terapi antimikrobial
secara empirik, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan terapi spesifik sesuai
dengan hasil kultur. Pengobatan simtomatik dapat diberikan karena efektif dan
cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare akut infeksi
bakteri baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan higiene dan
sanitasi yang baik merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri.
Daftar Pustaka
1. Ahlquist David A, Camilleri M. Harrison’s Principles of Internal
Medicine. 15th edition. Braunwald, Fauci, Kasper et all (Editor). 2001.
2. Hendarwanto. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sarwono WP (Editor),
Balai Penerbit UI, 2000.
3. Naskah lengkap penyakit dalam. Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu
Penyakit Dalam 2007.
4. Powel Don W: Approach to the patient with diarrhea. Dalam buku:
Text book of Gastroenterology, 4th edition. Yamada T (Editor). Limphicot Williams
& Wiekeins Philadelphia. USA. 2003.